JAKARTA, iNewsBanten - Wakil Presiden (Wapres) menyebut nelayan di Indonesia masih kesulitan mengakses bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
Hal ini menjadi salah satu penyebab kesejahteraan para nelayan masih rendah.
“Salah satu kesulitan utama yang dihadapi nelayan adalah kesulitan akses BBM subsidi,” kata Wapres pada Rakernas Serikat Nelayan Nahdlatul Ulama (SNNU) tahun 2022 secara virtual, Jumat (2/9/2022).
Apalagi, kata Wapres, sekitar 60% biaya kebutuhan melaut nelayan adalah untuk membeli BBM.
Selain itu, para nelayan juga masih mengalami kesulitan mengakses administrasi kenelayanan, mengakses pasar dan pembiayaan serta terkendala perubahan iklim.
Wapres pun menyoroti potensi kelautan dan perikanan di Indonesia yang sangat besar justru tidak seimbang dengan kesejahteraan para nelayannya.
Bahkan, penghasilan nelayan cenderung fluktuatif, tidak pasti dengan pola kerja yang berisiko tinggi.
Potensi kelautan Indonesia sangat besar, luas perairan mencapai 6,4 juta KM persegi, dengan garis pantai sepanjang 108.000 KM.
Total estimasi potensi sumber daya ikan sebanyak 12,01 ton per tahun dan jumlah tangkapan ikan yang diperbolehkan mencapai 8,6 juta ton per tahun.
“Potensi kelautan dan perikanan yang besar sangat disayangkan masih belum diimbangi dengan kesejahteraan nelayan. Penghasilan nelayan cenderung fluktuatif, tidak pasti dengan pola kerja yang berisiko tinggi,” jelasnya..
Apalagi, kata Wapres, nilai tukar nelayan (NTN) sebagai standar kesejahteraan nelayan mengalami fluktuasi sepanjang periode Januari 2019 hingga Maret 2022.
Meskipun, NTN cenderung naik sejak April 2020 dari 98,49 ke 106,65 pada Maret 2022.
“Artinya di tengah situasi pandemi, NTN nelayan tetap mengalami pertumbuhan walaupun sangat kecil,” ucapnya.
Tidak heran jika mayoritas kabupaten kota dengan tingkat kemiskinan ekstrem tertinggi berada di wilayah pesisir.
Bahkan, tercatat sebanyak 69,3% atau 147 kabupaten kota di wilayah pesisir masuk kategori miskin ekstrem.
Editor : Mahesa Apriandi
Artikel Terkait