PADANG, iNewsBanten - Sumatera Barat terkenal dengan pacu jawi, Tradisi Pacu Jawi merupaka perlombaan yang berasal dari Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat (Sumbar). Pacu Jawi merupakan bahas Minangkabau yang berarti balapan sapi.
Perlombaan ini hanya bersifat menghibur. Biasanya digelar setelah petani melakukan panen padi. Para petani memacu sapinya di sawah yang masih berair dan berlumpur bekas panen padi tadi.
Dilansir dari laman warisanbudaya.kemdikbud.go.id, Rabu (8/2/2023), tidak diketahui kapan perlombaan tradisional itu pertama kali digelar. Kuat dugaan, Pacu Jawi telah ada sejak ratusan tahun yang lalu.
Pacu Jawi awalnya muncul di Nagari Tuo atau desa tua Pariangan, Kabupaten Tanah Datar. Pacu jawi ditemukan oleh datuak (Dt) Tantejo Gurhano.
Tantejo Gurhano merupakan tetua yang arif dan bijaksana di wilayah itu. Konon, saat itu beliau mencari cara agar sawahnya menjadi subur dan mudah ditanami. Setelah mencoba beberapa cara, akhirnya dia menemukan ara terbaik yakni membajak sawah menggunakan jawi atau sapi.
Saat membajak, Tantejo Gurhano mengajak keponakannya yang bertugas sebagai joki serta dua orang tambahan. Nantinya mereka bertugas memegang tali dan mengarahkan sapi.
Membajak sawah menggunakan sapi dipercaya akan membuat tanah menjadi gembur dan subur. Tanah subur disebabkan oleh kotoran dari sapi yang menjadi pupuk alam. Sehingga, tanah yang gembur dan subur menjadikan hasil panen padi warga berlimpah.
Ternyata cara itu berhasil. Keberhasilan Tantejo Gurhano tersebar ke lingkungan sekitar dan daerah lain, sehingga masyarakat mengikuti metode yang digunakan oleh Tantejo dalam membajak sawah. Jadi, pacu jawi berasal dari upaya para petani pada zaman dulu untuk menemukan cara membajak sawah.
Sementara itu, untuk acara Pacu Jawi, sepasang sapi berlari di lintasan sawah berlumpur dengan panjang sekitar 60–250 meter.
Di belakang sapi berdiri seorang joki yang memegang kedua sapi. Meski namanya mengandung arti balapan, tapi ternyata sapi-sapi hanya dilepas sepasang tanpa lawan tanding.
Nantinya, setiap pasang sapi berlari secara bergiliran, sementara penonton menilai sapi-sapi tersebut. Penilaian ini berdasarkan kecepatan dan kemampuan berjalan lurus serta beriringan.
Selain itu ditandai dengan besarnya lumpur yang berterbangan. Nantinya, sapi pemenang akan menjadi sapi unggulan. Bahkan harganya melambung tinggi melebihi harga pasaran.
Artikel pernah tayang di iNews id.
Editor : Mahesa Apriandi
Artikel Terkait