Tambang Andesit Dituding Jadi Penyebab Banjir Berulang di Puloampel Serang

Sahlan
Tambang Diduga Jadi Penyebab Banjir di Puloampel, Kabupaten Serang (Foto:Istimewa)

SERANG, iNewsBanten- Banjir yang terus menghantui wilayah Puloampel, Kabupaten Serang, Banten, diduga tak lepas dari aktivitas tambang batuan andesit yang menjamur di kawasan tersebut. Laporan warga dan pantauan di lapangan menyebutkan bahwa kerusakan lingkungan akibat galian tambang menjadi salah satu faktor utama terganggunya sistem drainase alami.

 

Sejumlah jalan poros menuju kawasan industri Puloampel yang sebelumnya aman dari genangan, kini hampir tiap hujan deras berubah menjadi danau dadakan. Kondisi ini tidak hanya menghambat aktivitas masyarakat, tetapi juga mengancam keselamatan pengguna jalan.

 

 

Hasil penelusuran iNewsBanten pada Senin (23/6/2025) mencatat ada sekitar 33 perusahaan tambang yang aktif beroperasi di wilayah Puloampel dan sekitarnya. Perusahaan-perusahaan tersebut mengeksploitasi batuan andesit dengan menggali ribuan hektare lahan—baik yang berada di atas tanah milik warga maupun kawasan hutan lindung.

 

 

Menurut keterangan warga, sebagian besar dari perusahaan tersebut tidak melakukan reklamasi atau pemulihan lahan pasca tambang. Bekas galian dibiarkan terbuka, membentuk cekungan besar yang rawan menjadi kolam air hujan dan potensi longsor.

 

 

“Kalau hujan besar datang, air tidak bisa lagi menyerap seperti dulu. Semua mengalir liar ke jalan dan permukiman,” ungkap Asep, warga Desa Mangkunegara, yang sudah tiga kali rumahnya kebanjiran tahun ini.

 

 

Hendri, Koordinator Organisasi Brantas Puloampel, menyebut aktivitas tambang di wilayahnya sebagai “bom waktu ekologis”. Ia menuntut agar Pemkab Serang segera melakukan audit lingkungan dan legalitas terhadap seluruh perusahaan tambang yang beroperasi.

 

 

“Kami sudah berkali-kali mengingatkan. Ini bukan hanya tentang izin, tapi soal tanggung jawab lingkungan. Jangan sampai dibiarkan hingga ada korban jiwa. Pemerintah harus tegas! Jangan tutup mata,” kata Hendri.

 

Ia juga mengusulkan agar Pemkab mewajibkan perusahaan tambang untuk membuat jalur penampungan air (drainase buatan), kolam endapan, serta penanaman kembali pohon-pohon keras di sekitar bekas galian. Menurutnya, banyak sungai kecil di sekitar tambang yang kini tersumbat lumpur dan puing akibat erosi dari bukit-bukit tambang.

“Normalisasi sungai juga harus menjadi kewajiban korporasi. Jangan cuma ambil keuntungan tapi lepas tangan soal dampaknya,” tegasnya.

Pantauan udara dari drone milik warga menunjukkan sejumlah lokasi tambang yang menggunduli perbukitan dan mengarah langsung ke kawasan permukiman. Tak ada buffer zone atau sabuk hijau yang memisahkan zona tambang dengan wilayah masyarakat.

Sementara itu, hingga berita ini diturunkan, upaya konfirmasi dari tim media, belum mendapatkan respon dan pernyataan resmi dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Serang maupun Dinas ESDM Provinsi Banten mengenai status reklamasi tambang-tambang tersebut.

Masyarakat mendesak agar pemerintah daerah tidak hanya berwacana, tetapi segera menurunkan tim investigasi independen untuk mengevaluasi dampak lingkungan serta menertibkan tambang yang melanggar aturan. Jika tidak, banjir bukan lagi ancaman musiman—tetapi bencana tahunan yang dipelihara oleh pembiaran sistematis.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Editor : Mahesa Apriandi

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network