JAKARTA. iNewsBanten.id - Banyak sekali cara untuk dapat mengolah kol sebagai hidangan yang lezat, dan enak untuk disantap. Salah satunya digoreng. Namun, tahukah Anda ternyata mengonsumsi kol goreng ternyata tidak baik untuk kesehatan?
Kol atau kubis merupakan sayuran yang sering diolah sebagai makanan sehari-hari. Tidak hanya sebagai campuran dalam makanan, kol juga bisa menjadi menu utama dalam sajian makanan.
Dokter Tirta Mandira Hudhi atau yang biasa disapa dokter Tirta mengatakan, semua sayuran bermanfaat jika direbus atau ditumis secara tidak berlebihan. "Nah kol tuh aman, selama nggak digoreng," kata dr Tirta, dikutip dalam akun X miliknya @tirta_cipeng, Kamis (5/10/2023). Dikutip dari iNews.id.
Menurutnya jika kol sudah diolah dengan cara digoreng, zat-zat serat yang terkandung dalam kol akan hancur lebur, dan akan timbul menjadi kalori. Parahnya, pada makanan yang banyak disukai orang tersebut, kol goreng justru meningkatkan penyakit dari Arteriosklerosis, yaitu penyakit jantung koroner.
Menurut Mayo Clinic, Aterosklerosis memiliki gejala yang ringan, dan biasanya tidak menunjukkan gejala apa pun. Gejala aterosklerosis biasanya tidak terjadi sampai arteri menyempit, atau tersumbat sehingga tidak dapat mensuplai cukup darah ke organ dan jaringan.
Terkadang, bekuan darah menghalangi aliran darah sepenuhnya. Gumpalan darah tersebut bisa pecah dan memicu serangan jantung atau stroke. Gejala aterosklerosis sedang hingga berat bergantung pada arteri mana yang terpengaruh.
Kapan harus ke dokter?
Jika Anda merasa menderita aterosklerosis, konsultasikan dengan penyedia layanan kesehatan. Perhatikan juga gejala awal akibat kurangnya aliran darah, seperti nyeri dada, nyeri kaki, atau mati rasa.
Diagnosis dan pengobatan dini dapat menghentikan memburuknya aterosklerosis dan mencegah serangan jantung, stroke, atau keadaan darurat medis lainnya. Untuk itu dr Tirta membebaskan masyarakat, ingin tetap mengikuti kebiasaanya yang mengonsumsi kol goreng secara terus menerus, atau belajar untuk mengurangi kebiasaan itu. Sesekali boleh, tapi jangan terlalu sering.
"Kan saya ngomong tidak untuk memaksa kalian mau ikut apa nggak, kalau nggak ya gak apa-apa," kata dia.
Editor : Mahesa Apriandi