Kisah Meja Belajar yang Jadi Tangga: Sorotan di Balik Pembangunan SDN 1 Kandangsapi Cijaku Lebak
LEBAK, iNewsBanten — Pagi itu, suasana SDN 1 Kandangsapi di Kecamatan Cijaku Kabupaten Lebak Provinsi Banten, tampak berbeda. Bukan karena kegiatan belajar-mengajar yang ramai, melainkan karena hiruk-pikuk pekerjaan bangunan yang tengah berlangsung. Tumpukan semen, pasir, di halaman sekolah. Di antara keramaian itu, satu pemandangan mencuri perhatian—sejumlah meja dan kursi belajar siswa digunakan sebagai tangga esteger oleh para pekerja bangunan untuk menjangkau bagian atap yang sedang diperbaiki.
Peristiwa ini sontak menimbulkan pertanyaan serius mengenai pengelolaan aset negara di tengah pelaksanaan proyek rehabilitasi pendidikan sekolah dasar.
Meja yang semestinya menopang buku dan tangan-tangan kecil siswa, kini menjadi tumpuan papan dan kaki-kaki pekerja. Kursi yang biasanya dipakai saat upacara atau kegiatan kelas, terlihat berubah fungsi menjadi pijakan para pegawai bangunan.
Menurut penuturan Rijal, aktivis sosial dari Lebak Selatan, hal semacam ini tidak seharusnya terjadi. "Kami tentu mendukung rehab ruang kelas. Tapi ketika fasilitas belajar yang masih bisa digunakan justru dialihfungsikan seperti itu, ini menunjukkan lemahnya pengawasan dan minimnya koordinasi di lapangan," ungkapnya saat ditemui di lokasi, Kamis (10/7/2025).
Rijal menambahkan, aset pendidikan adalah milik negara yang harus dijaga, bukan hanya dalam hal kuantitas tetapi juga fungsinya.
“Bayangkan, kalau meja itu rusak, apakah ada anggaran pengganti yang disiapkan pelaksana kegiatan?” tanyanya.
Kepala sekolah, Hasanah, juga mengaku terkejut dengan cara pelaksana proyek memulai pekerjaan. Ia menyebut tidak menerima pemberitahuan resmi ataupun penjelasan awal. “Hari Senin pagi mereka datang. Tiba-tiba material sudah ada, pasir numpuk sampai nutup jalan masuk kelas,” katanya.
Hasanah juga merasa kurang dihargai sebagai penanggung jawab lingkungan sekolah. “Saya hanya tanya baik-baik, pekerjaan apa yang dilakukan, tapi malah dijawab kasar. Katanya enggak ada aturan yang mewajibkan pelaksana izin ke kepala sekolah,” keluhnya.
Dikonfirmasi secara terpisah, Trisna, yang mengaku sebagai kepala tukang, menjelaskan alasan di balik penggunaan perabot sekolah sebagai alat kerja. “Kami hanya dapat perintah kerja, tapi tidak diberi bambu atau kaso untuk buat esteger. Karena itu kami pakai yang ada di sekolah,” ujarnya.
Trisna mengaku hanya menjalankan pekerjaan teknis bersama enam rekannya. “Kami semua dari Cirebon. Baru kali ini kerja di sini. Soal koordinasi dan izin, itu bukan urusan kami. Kami cuma ngerjain apa yang disuruh,” kata dia.
Meskipun mengakui kesalahan, Trisna berharap masyarakat memahami posisi mereka sebagai pekerja lapangan. “Kalau ada yang rusak, kami minta maaf. Tapi juga harusnya disiapkan alat yang benar dari awal,” tambahnya.
Informasi yang diterima iNewsBanten, dari papan informasi yang ada di lokasi pekerjaan. Pemerintah Kabupaten Lebak melalui Dinas Pendidikan melaksanakan kegiatan pengelolaan pendidikan sekolah dasar dari Anggaran Dana Alokasi Khusus (DAU) APBD Kabupaten Lebak tahun 2025 dengan jenis pekerjaan Rehabilitasi Ruang Kelas SDN 1 Kandangsapi kecamatan cijaku yang dikerjakan oleh pelaksana CV. Sinar Niaga Raya dengan Harga Borongan Rp. 381.531.000,- waktu pelaksanaan 90 Hari Kalender dan Nomor kontrak :400.3.13/226/SP/Disdik/VI/2025
Belum diketahui secara pasti siapa pelaksana kegiatan sebenarnya. Pihak sekolah juga tidak mendapatkan dokumen kerja atau berita acara penyerahan lokasi.
Kisah ini menjadi pengingat bahwa pembangunan fisik sekolah bukan semata soal bangunan berdiri. Ia harus menjunjung tata kelola yang baik, akuntabel, dan menghormati fungsi sekolah sebagai ruang pendidikan.
Sebagaimana diungkapkan Rijal, “Kalau pembangunan dilakukan dengan cara merusak yang sudah ada, maka itu bukan kemajuan. Itu hanya mengganti satu kerusakan dengan yang lain.”
Masyarakat kini berharap adanya tindak lanjut dari pihak berwenang, agar aset pendidikan dijaga dan setiap proyek pembangunan tidak melupakan prinsip transparansi, komunikasi, dan akuntabilitas publik.
Editor : Mahesa Apriandi