FABA Diolah Jadi Jalan dan Jembatan di Wisata Kacida Cibuntu Padarincang
CILEGON, iNewsBanten- Warga Desa Cibuntu, Kecamatan Padarincang, Kabupaten Serang, menunjukkan kreativitas luar biasa dengan memanfaatkan limbah batu bara atau Fly Ash Bottom Ash (FABA) untuk membangun infrastruktur wisata. Bersama PLN Indonesia Power Unit Pembangkitan (UBP) Banten 1 Suralaya, masyarakat setempat menyulap FABA menjadi bahan konstruksi jalan dan jembatan menuju kawasan wisata Kacida.
Langkah ini bukan hanya menjadi solusi atas minimnya anggaran pembangunan desa, tetapi juga menjadi inovasi berbasis ekonomi sirkular yang memberi nilai tambah dari limbah industri pembangkit.
“FABA yang selama ini dianggap limbah, ternyata bisa jadi bahan campuran untuk jalan dan jembatan. Warga gotong-royong mengolahnya bersama PLN. Hasilnya sangat terasa,” ujar Acep Mahmudin, Ketua Pokdarwis Macan Ketawa, Senin (28/7/2025).
Menurut Acep, kondisi jalan sebelumnya rusak parah dan kerap menyulitkan pengunjung. Sejak dibenahi, geliat ekonomi mulai terasa. Warung kecil mulai tumbuh, dan pengunjung dari luar desa mulai berdatangan.
Pembangunan ini merupakan bagian dari program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) PLN IP Suralaya. Penggunaan FABA dalam proyek ini tidak hanya mengurangi ketergantungan pada material konvensional, tapi juga mendukung efisiensi biaya pembangunan infrastruktur desa.
“Ini bentuk kontribusi kami untuk membuka akses dan mendorong potensi ekonomi lokal. FABA bukan sekadar limbah, tapi bisa jadi solusi nyata,” kata Nur Khoiriyah, Manager Administrasi PLN IP UBP Banten 1 Suralaya.
Pemerintah Desa Cibuntu menyambut baik kolaborasi ini. Menurut mereka, keterlibatan masyarakat dalam pengolahan material dan pembangunan menjadi kunci keberhasilan proyek. Selain memunculkan semangat gotong royong, model ini juga bisa direplikasi di desa-desa lain.
Proyek pembangunan jalan dan jembatan ini ditargetkan rampung dalam waktu dekat. Warga berharap dengan akses yang lebih baik, wisata Kacida bisa menjadi magnet ekonomi baru bagi Padarincang dan sekitarnya.
Editor : Mahesa Apriandi