Jabatan Ganda Wakil Ketua DPRD Banten Disorot, Potensi Konflik Kepentingan APBD Menguat
SERANG, iNewsBanten- Penetapan Yudi Budi Wibowo sebagai calon tunggal Ketua Karang Taruna Provinsi Banten dalam Temu Karya Karang Taruna (TKKT) Banten VI menuai sorotan serius. Kritik datang dari Aliansi Mahasiswa Pejuang Banten (AMPB) yang menilai rangkap jabatan tersebut berpotensi melanggar etika kekuasaan dan melemahkan fungsi pengawasan anggaran daerah.
Sorotan menguat karena Yudi saat ini masih aktif menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD Provinsi Banten, posisi strategis mengelola kewenangan APBD serta pengawasan kinerja organisasi perangkat daerah (OPD).
Menurut AMPB, persoalan ini tidak berhenti pada aspek legal formal.Rangkap jabatan tersebut dinilai telah memasuki wilayah konflik kepentingan struktural, terutama karena Karang Taruna selama ini kerap bersentuhan langsung dengan program hibah, bantuan sosial, dan pemberdayaan kepemudaan yang bersumber dari APBD.
Koordinator AMPB, Mewaldi, menyebut kondisi ini berpotensi mengaburkan batas antara fungsi pengawasan dan kepentingan praktis. “DPRD memiliki mandat konstitusional untuk mengawasi penggunaan uang rakyat secara independen. Ketika pimpinan DPRD berada dalam lingkaran organisasi yang beririsan langsung dengan anggaran, independensi itu dipertanyakan,” ujarnya Sabtu (27/12/2025).
Ia menegaskan, sebagai Wakil Ketua DPRD, Yudi memiliki posisi sentral dalam proses penganggaran daerah. Di sisi lain, Karang Taruna merupakan mitra pemerintah daerah dalam berbagai program sosial dan kepemudaan. “Situasi ini menciptakan konflik kepentingan yang nyata. Fungsi kontrol DPRD berisiko melemah karena adanya kepentingan organisasi yang bergantung pada keputusan anggaran,” kata Mewaldi.
AMPB juga menyoroti proses TKKT Banten VI yang hanya melahirkan satu calon. Minimnya kontestasi dinilai mempersempit ruang demokrasi internal organisasi kepemudaan.
“Calon tunggal ini patut dipertanyakan. Apakah memang tidak ada kader lain, atau ada pengaruh kekuasaan politik yang membuat proses organisasi berjalan tidak seimbang,” ujar Mewaldi.
Bagi AMPB, kondisi tersebut berbahaya bagi prinsip check and balance. DPRD dikhawatirkan tidak lagi berdiri sebagai penjaga kepentingan publik, melainkan terseret ke dalam orbit kepentingan anggaran yang sarat kompromi politik. Jika dibiarkan, fungsi pengawasan terhadap sektor sosial dan kepemudaan berpotensi menjadi tumpul.
“APBD adalah uang rakyat. Ia tidak boleh dikelola dalam ruang abu-abu kepentingan. DPRD harus berdiri sebagai pengawas, bukan menjadi bagian dari ekosistem penerima manfaat anggaran,” tegasnya.
AMPB menilai, tanpa pemisahan peran yang tegas serta pernyataan etik konflik kepentingan yang terbuka kepada publik, rangkap jabatan ini berisiko merusak kepercayaan masyarakat terhadap DPRD dan mencederai prinsip tata kelola pemerintahan yang bersih. Karang Taruna pun dikhawatirkan kehilangan posisi independennya sebagai organisasi sosial.
Hingga berita ini diturunkan, Yudi Budi Wibowo belum memberikan tanggapan. Upaya konfirmasi yang dilakukan wartawan melalui pesan aplikasi WhatsApp terkait sorotan jabatan ganda dan potensi konflik kepentingan tersebut belum mendapat jawaban, meski pesan tercatat telah terkirim.
Editor : Mahesa Apriandi