LEBAK, iNewsBanten – Pemeluk agama non muslim di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten akan segera memiliki tempat pemakaman, seluas 1,750 hektare, yang dipusatkan di kawasan Kandangsapi, meliputi dua desa yakni, Desa Narimbangmulya dan Desa Jatimulya, Kecamatan Rangkasbitung. Di tempat terpisah, akan dibangun pula rumah duka, rumah tempat penyampaian bela sungkawa, sebelum jenazah dimakamkan.
Yayasan Ananda Lebak Banten membangun pemakaman itu, kini dalam tahap penyelesaian dokumen tanah.
Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Lebak, Aan Rosmana, berjanji akan segera membantu menyelesaikan status tanah agar tak terjadi masalah di kemudian hari.
“Kami terus melakukan konsultasi ke Kantor Pertanahan Kabupaten Lebak. Tanahnya milik yayasan, tetapi nanti jadi milik umat, khusus untuk pemakaman non muslim,” kata Ketua Yayasan Ananda Lebak, Yongki Kusuma, Minggu, (26/01/2025).
“Meski tanahnya milik Yayasan Ananda Lebak (Konghucu), tetapi juga untuk pemeluk agama lain di luar pemeluk agama Islam,” kata Kiat Koen, S.Pd., seorang pandita di kalangan pemeluk agama Konghucu di Kabupaten Lebak.
Yayasan Ananda Lebak sendiri, diakui Pendeta Koen, menempuh segala persyaratan untuk pembangunan tempat pemakaman dan rumah duka itu, sejak beberapa tahun lalu. Pihaknya akan bersilaturahmi pula dengan tokoh masyarakat dan tokoh ulama di sekitar Kampung Kandangsapi, tempat pemakaman itu berada.
“Kita perlu berkomunikasi dengan para tokoh,” kata Pendeta Koen.
Rumah Duka, Tak Ada Kremasi
Rumah duka yang juga bagian dari tempat pemakaman itu hanya betul-betul sebagai tempat menyampaikan bela sungkawa. Tak akan ada acara di sini selain menjaga jenazah. Rumah duka tentu saja bukan pula tempat kremasi (pembakaran mayat sebelum abunya, dalam guci, dilarung atau ditenggelamkan ke laut).
“Tak ada rumah kremasi di Kabupaten Lebak,” kata Pendeta Koen.
Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Lebak turut mengawal pembangunan rumah duka dan tempat pemakaman itu.
“Keikutsertaan FKUB didasarkan pada konteks kebersamaan antar anggota FKUB. Yayasan Ananda Lebak sendiri punya utusan di FKUB,” kata Ketua FKUB Lebak Drs. H. Zubaedi Khaerudin.
"Pengurusan tempat pemakaman memang bukan tugas pokok dan fungsi FKUB. Namun, karena masalahnya menyangkut antar umat beragama, maka FKUB ikut serta dan membatasi diri dalam hal-hal yang memang sewajarnya dilakukan oleh FKUB,” tambah Haerudin.
Potret Pemeluk Agama
Berdasarkan data dari Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kabupaten Lebak (semester 1, tahun 2024), ada enam kelompok pemeluk agama di Kabupaten Lebak, tersebar di 28 kecamatan. Keenam pemeluk agama itu terdiri dari Islam 1.389 orang, Kristen 1.870 orang, Protestan 1.113 orang, Hindu 82 orang, Buddha 997 orang, dan Konghucu 245 orang. Di samping itu, ada 13.945 pemeluk aliran kepercayaan kepada Tuhan YME, dikonsentrasikan di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar.
Potret pemeluk agama di atas ditulis pula dalam buku terbitan FKUB Lebak tahun 2024, lalu diakhiri dengan bahasan Ateisme dan Ateisme baru serta debat muslim versus Ateis. Ateisme dan Ateisme.
Maksud FKUB, sebagai isyarat, bahwa Ateis dan Ateisme baru harus dicegah di Indonesia secara bersama-sama oleh seluruh penganut agama dan aliran kepercayaan kepada Tuhan YME.
“Sila pertama Pancasila adalah “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Mempertahankan Pancasila, termasuk mempertahankan sila pertama, hakikatnya pula tugas semua, tugas pemeluk agama yang memang meyakini adanya tuhan,” kata Haerudin.
Buku Adakah Tuhan, ditulis A. Hassan, tokoh Persatuan Islam (PERSIS) generasi awal, sebagai bukti bahwa seorang muslim bisa menundukkan seorang Ateis. Ada cuplikan perdebatan di buku itu (hal. 114 – 117), dan A Hassan tampil dengan kekuatan ilmu mantiknya (logika), sehingga sang Ateis pun bertekuk lutut. (Rls)
Editor : Mahesa Apriandi
Artikel Terkait