Sementara itu, dugaan peserta titipan juga menyeruak. Narasumber menyebut bahwa beberapa peserta direkomendasikan langsung oleh karyawan perusahaan mitra, tanpa melalui proses resmi pendaftaran via situs Tangerang Live. “Ada yang anaknya pegawai, ada juga yang kerabatnya. Langsung dimasukkan tanpa daftar online,” ujarnya.
Masalah lain yang dikeluhkan adalah surat pernyataan wajib yang harus ditandatangani sebelum mengikuti program. Surat dari Dinas Ketenagakerjaan Kota Tangerang itu memuat empat poin, salah satunya berbunyi: peserta yang mengundurkan diri sebelum program berakhir tidak akan bisa membuat kartu kuning (AK2) selama dua tahun.
Ketentuan ini dinilai membebani mental peserta.
“Teman saya itu udah enggak nyaman ikut, tapi takut keluar karena sanksinya itu,” kata IS dalam wawancaranya.
Pakar hukum perdata dari Universitas Jenderal Soedirman, J. Satrio, menyoroti klausul tersebut sebagai bentuk potensi penyalahgunaan keadaan.
“Kalau peserta menandatangani dalam kondisi terpaksa atau dominasi psikologis, maka itu bisa dikategorikan sebagai undue influence atau cacat kehendak dalam hukum perjanjian,” tegas Satrio.
Menurutnya, bukan hanya isi perjanjian yang menjadi sorotan, tetapi juga proses persetujuan yang harus berlangsung secara bebas dan tanpa tekanan.
Menteri Ketenagakerjaan RI, Yassierli, sebelumnya telah mengingatkan pentingnya menghentikan praktik percaloan dalam proses ketenagakerjaan. Ia menyatakan bahwa praktik semacam ini tidak hanya merusak keadilan, tapi juga bertentangan dengan semangat reformasi birokrasi yang diusung pemerintah pusat melalui Asta Cita Presiden Prabowo.
“Dalam kondisi ekonomi yang tidak pasti, praktik percaloan justru makin menyulitkan pencari kerja yang jujur,” ujar Yassierli dalam pernyataannya, Mei lalu.
Hingga berita ini diturunkan, Kepala Dinas Ketenagakerjaan Kota Tangerang, Ujang Hendra Gunawan, saat dikonfirmasi tidak memberikan respons terhadap permintaan keterangan dari iNewsBanten.
Editor : Mahesa Apriandi
Artikel Terkait
