PANDEGLANG, iNewsBanten – Luas baku sawah (LBS) di Kabupaten Pandeglang mengalami penyusutan. Berdasarkan data terbaru dari Kementerian Pertanian melalui Pusat Data dan Informasi Pertanian, luas baku sawah Pandeglang kini tercatat seluas 52.373 hektare, menyusut sekitar 267 hektare dari sebelumnya 52.640 hektare. Selasa, (29/07/2025).
Penyusutan ini diduga kuat akibat alih fungsi lahan, salah satunya di kawasan produktif seperti wilayah Picung hingga Mekarsari Panimbang. Menurut Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Pandeglang, Nasir, sebagian besar lahan sawah yang berkurang kemungkinan besar terkonversi menjadi area proyek strategis nasional serta permukiman dan bangunan komersial lainnya.
“Jika sebuah wilayah sudah terakses infrastruktur seperti jalan besar, pasti di kiri-kanannya akan tumbuh rumah, ruko, bahkan kantor. Ini yang kita lihat di beberapa lokasi,” ujar Nasir.
Meski Undang-Undang No. 41 Tahun 2009 tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) telah diberlakukan di tingkat pusat, namun hingga kini Kabupaten Pandeglang belum memiliki peraturan daerah (Perda) yang mengikat untuk melindungi sawah-sawah produktif dari konversi lahan.
“Kami sebenarnya sudah mulai sejak 2015 dengan kajian awal, dilanjutkan dengan delineasi lahan bersama IPB di 2016. DPRD pun sempat mengusulkan Perda inisiatif dewan untuk LP2B, tapi sampai hari ini belum juga disahkan,” ungkapnya.
Padahal, menurut Nasir, jika Perda LP2B telah disahkan, maka seluruh lahan yang masuk dalam kawasan lindung tersebut tidak bisa dialihfungsikan sembarangan, kecuali untuk kepentingan umum dengan mekanisme penggantian oleh pemerintah daerah.
Berkurangnya luas sawah tentu berimbas pada produksi gabah. Dengan rata-rata produktivitas sawah sebesar 6,25 ton per hektare, penyusutan 267 hektare berarti hilangnya potensi hasil panen hingga 1.668 ton gabah.
Sebagai langkah antisipasi, Dinas Pertanian Pandeglang telah menyusun berbagai strategi untuk mempertahankan dan meningkatkan produksi pangan. Salah satunya adalah program Optimalisasi Lahan (Oplah), yang berfokus pada peningkatan indeks pertanaman.
“Kita dorong agar sawah yang biasanya ditanam sekali menjadi dua kali, bahkan dari tiga kali bisa empat kali dalam setahun. Ini kita dukung dengan penerapan teknologi budidaya, alsintan, serta pengelolaan air yang optimal,” jelas Nasir.
Selain itu, pemerintah juga membuka daerah baru untuk areal tanam dengan memanfaatkan lahan non-produktif yang kini bisa digarap berkat tersedianya sumber air.
Nasir menegaskan, upaya mempertahankan ketahanan pangan di Pandeglang tak hanya bergantung pada lahan yang ada, tetapi juga pada efektivitas strategi pengelolaan dan sinergi lintas sektor, termasuk regulasi yang mendukung di tingkat daerah.
Editor : Mahesa Apriandi
Artikel Terkait
