SERANG, iNewsBanten - Roekiah merupakan sosok aktris di awal mula tercetusnya industri perfilman Indonesia, dia memiliki sepak terjang yang menarik untuk diikuti. Roekiah sejak kecil sudah kenal dengan dunia seni peran berkat orang tuanya yang merupakan pemain sandiwara dari rombongan Opera Poesi Indra Bangsawan.
Tumbuh besar dalam dunia yang sarat seni, Roekiah pun pada tahun 1937 mulai terjun ke dunia perfilman dengan film Terang Boelan karya Albert Balink. Menjadi pemeran utama, Roekiah beradu akting dengan Rd Mochtar dan berhasil meraup uang sejumlah 200 ribu Dolar Selat.
Setelah sukses dengan Terang Boelan, perusahaan produksi film tersebut memutuskan berhenti menggarap film fiksi. Supaya tak kehilangan pekerjaan, Kartolo suami Roekiah pun menciptakan Terang Boelan Troupe bersama para mantan aktor Terang Boelan yang bertahan sampai akhirnya Roekiah dan Kartolo bergabung dengan perusahaan Tan’s Film.
Bersama Tan’s Film, Roekiah sukses berperan dalam film Fatima, lagi-lagi bersama Rd Mochtar, pada tahun 1938 dan mendapatkan pujian dari dunia film internasional. Dielu-elukan oleh berbagai surat kabar, Roekiah dan Rd Mochtar pun menjadi pasangan selebriti layar lebar pertama di Indonesia masa kolonial.
Saking tenarnya Roekiah, Tan’s Film pun rela mengeluarkan uang banyak untuk menggaji Roekiah secara bulanan supaya tak kehilangan bintangnya. Di samping itu, perusahaan tersebut juga memberikan sebuah rumah pada Roekiah dan Kartolo di Tanah Rendah.
Usai bermain di tujuh film, Roekiah pun direkrut oleh pemerintah kolonial Jepang yang mengambil alih Indonesia dari Belanda pada tahun 1942. Menjadi artis di studio Nippon Eigasha, Roekiah pun dituntut untuk membuat film-film propaganda.
Salah satu film yang dia bintangi dari studio ini berjudul ‘Ke Seberang’ pada tahun 1944. Tak hanya berperan dalam film propaganda, Roekiah juga diminta membuat lagu dan melakukan tur Jawa untuk menghibur tentara Jepang.
Nahasnya, dalam masa tur ini, Roekiah selalu jatuh sakit dan sempat keguguran karena kerasnya roda kerja di bawah para tentara.
Akhirnya, setelah rampung tur, Roekiah pun pulang ke Jakarta dan meninggal dunia tak lama setelah Proklamasi.
Meninggal pada 2 September 1945 di usia 27 tahun, pemakaman Roekiah dihadiri banyak tokoh Indonesia. Seperti Menteri Pendidikan pada masa itu, Ki Hadjar Dewantara.
Editor : Mahesa Apriandi