JAKARTA, iNewsBanten - Diabetes merupakan salah satu penyakit kronis yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah. Penyakit ini jangan sampai disepelekan.
Sebab, di Indonesia, jumlah orang dengan diabetes terus meningkat dari 10,7 juta pada 2019 menjadi 19,5 juta pada 2021. Naik dari peringkat tujuh ke peringkat lima untuk jumlah penderita diabetes terbanyak di dunia.
Biasanya, pasien diabetes umumnya mengalami neuropati diabetik, yaitu kerusakan saraf tepi yang ditandai dengan gejala seperti kebas, kesemutan, rasa tertusuk-tusuk, hingga sensasi panas atau terbakar.
Ini seiring dengan data yang menjelaskan, 50 persen orang dengan diabetes (1 dari 2 pasien diabetes) menderita Neuropati Perifer. Hal ini pula yang dapat mengganggu kualitas hidup seseorang.
Ketua Tim Kerja Diabetes Melitus, Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kementerian Kesehatan, dr. Esti Widiastuti mengatakan, peningkatan angka orang dengan diabetes sangat memprihatinkan.
Untuk itu, Pemerintah mengupayakan pengendalian penyakit diabetes sekaligus penyakit penyertanya, seperti neuropati diabetik. Pada neuropati diabetik, pemerintah bekerjasama dengan organisasi profesi telah menyusun upaya tata laksana mengurangi nyeri karena neuropati diabetik.
"Nyeri neuropati diabetik kerap menimbulkan keluhan tidak hanya fisik, namun juga memengaruhi mood dan kualitas hidup penderita diabetes," kata dr. Esti Widiastuti, melalui keterangannya belum lama ini.
Dia menjelaskan, nyeri yang berlangsung kronik dapat menyebabkan timbulnya keluhan depresi. Dengan tata laksana ini, diharapkan dapat membantu meningkatkan kualitas hidup orang dengan diabetes.
Sekretaris Umum Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI), Wismandari menjelaskan, diabetes adalah penyakit menahun (kronis) berupa gangguan metabolik yang ditandai dengan kadar gula darah yang melebihi batas normal.
Menurutnya, permasalahan yang ada saat ini terkait penyakit diabetes adalah sebagian besar (sekitar 3 di antara 4 orang) penderita diabetes tidak menyadari kalau dirinya menderita penyakit diabetes dan kurangnya kesadaran terhadap kontrol berkala.
"Orang dengan diabetes memiliki risiko komplikasi seperti stroke, penyakit jantung koroner, arteri perifer, retinopati diabetik, nefropati diabetik dan neuropati. Komplikasi diabetes, selain dapat menimbulkan kematian, juga dapat mengurangi kualitas hidup, contohnya gangguan neuropati diabetik yang dapat membuat penderita tidak menyadari bila ada luka pada tubuhnya," kata dr Wismandari.
Oleh karena itu, lanjut dia, orang dengan diabetes harus teratur melakukan konsultasi atau kontrol ke dokter, patuh pada rekomendasi penanganan yang diberikan oleh dokter dan melakukan deteksi dini risiko penyakit penyerta.
Dokter Spesialis Saraf, Rizaldy Taslim Pinzon menjelaskan, rasa kebas, kesemutan, rasa seperti tertusuk, dan sensasi panas atau terbakar di tangan dan kaki merupakan gejala umum dari neuropati yang dapat memengaruhi kualitas hidup pasien.
"Kerusakan saraf dapat bersifat irreversible jika lebih dari 50 persen serabut saraf telah rusak. Untuk itu, deteksi dan penanganan sedini mungkin sangat penting dilakukan. Konsumsi vitamin B neurotropik yang efektif turunkan gejala neuropati diabetik sebesar 66% berdasarkan Studi Klinis 2018 Nenoin," kata dr Rizaldy Taslim.
Dia menjelaskan, berdasarkan Studi Klinis 2018 Nenoin, mengonsumsi satu tablet berisi Vitamin B1 (100mg), B6 (100mg) dan B12 (5000mg) selain dapat mengurangi gejala neuropati secara efektif, juga terbukti aman digunakan dalam jangka panjang oleh orang dengan diabetes.
Perlu diketahui, menurut International Diabetes Federation (IDF) Atlas edisi ke-10, saat ini setidaknya 1 dari 10 orang atau sebanyak 537 juta orang di dunia hidup dengan diabetes. Apabila tidak ada intervensi, angka ini diproyeksikan akan meningkat, mencapai 643 juta pada tahun 2030 dan 784 juta pada tahun 2045.
General Manager Personal Healthcare, P&G Health Indonesia, Maithreyi Jagannathan mengatakan, P&G Health, melalui brand Neurobion, berkomitmen meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai neuropati perifer dan pentingnya menjaga kesehatan saraf lebih dari 1 dekade.
Menurut dia, diabetes merupakan penyebab utama dari neuropati perifer di mana pertambahan jumlah penderita neuropati perifer seiring dengan bertambahnya jumlah orang dengan diabetes.
"Kami berkomitmen mendukung Pemerintah untuk meningkatkan pemahaman mengenai diabetes dan komplikasinya termasuk neuropati perifer dan kerusakan saraf," kata Maithreyi.
Dia menambahkan, sebagai bagian dari upaya ini, dalam rangka World Diabetes Day, pihaknya meluncurkan kampanye "HIdup Bebas Tanpa Kebas dan Kesemutan" serta memperkenalkan aplikasi penilaian risiko neuropati pertama di Indonesia, Neurometer, yang dapat memberikan informasi. Alat deteksi dini ini juga mudah digunakan untuk mendukung penanganan neuropati perifer yang cepat.
Artikel ini pernah tayang di iNews id.
Editor : Mahesa Apriandi