CILEGON, iNewsBanten - Menyikapi isu kerugian PT.Krakata Steel (Persero) Tbk, (PT.Kras) yang di sampaikan oleh Anthony Budiawan Political Economy and Policy Studies (PEPS) Erasmus University Rotterdam yang menuding bahwa kerugian PT.Kras itu karena kesalahan Erik Tohir, kementrian keuangan, Kementrian perdagangan dan Pemerintah (era sekarang) mendapatkan tanggapan dari Ketua Umum PB Al-Khairiyah Ali Mujahidin atau yang lebih dikenal dengan sapaan akrab H. Mumu.
Menurut Mumu Antony Budiawan sebaiknya tidak boleh gagal paham dalam menyikapi kerugian PT.Kras dengan serta merta menuding dan menyalahkan Erik Tohir, beberapa kementrian dan pemerintah saat ini. Kerugian PT.Kras itu terjadi bukan hanya baru terjadi pada era pemerintahan saat ini saja, tapi sudah terjadi jauh sejak era pemerintah sebelumnya, karena pemerintah sekarang ini hanya kebagian cuci piring saja atas persoalan kesalahan pengelolaan BUMN yang menjadi sisa persoalan pemerintah sebelumnya (masa lalu).
Sebaiknya Anthony Budiawan melakukan telaah historical kondisi keberadaan PT.Kras termasuk faktor-faktor yang menjadi penyebab kerugian PT.Kras dengan detail sejak awal agar tidak asal menuding dan menyalahkan pihak yang sebenarnya justru sedang berupaya melakukan penyelamatan dan pembenahan terhadap kondisi PT.Kras saat ini. Perlu Anthony Budiawan ketahui beberapa bagian penyebab kerugian PT.Kras itu antara lain memang sudah terjadi sejak dulu, yaitu dimasa era pemerintah sebelum sekarang ini.
Pertama ; Kondisi umur alat dan mesin produksi PT.Kras sudah tidak muda lagi, mesin produksi dan sistem produksi PT.Kras itu sudah berusia hampir 50 (lima puluh tahun) sehingga berdampak pada biaya perawatan yang tinggi, yang implikasinya menjadi biaya produksi tinggi, ekonomi biaya tinggi dan tentu juga berimplikasi pada harga jual yang tidak begitu kompetitif lagi ditambah dengan situasi derasnya baja impor akibat konsekwensi pasar bebas dan ekonomi global. Belum lagi faktor banyaknya pabrik-pabrik baja kecil yang memproduksi baja non SNI yang cukup menggangu market baja lokal dan dalam hal ini kita perlu mengapresiasi bahwa baru baru ini persoalan tersebut telah di sikapi dengan tegas oleh mentri Perdagangan Zulkfli Hasan dengan cara melakukan sidak dan penyitaan terhadap prodak baja Non SNI yang kualitasnya membahayakan masyarakat dengan harga jual di pasang sangat murah. Sementara jumlah sebaran pabrik baja yang demikian itu tidak sedikit, sudah lama menjamur dan otomatis menggangu penjualan prodak PT.Kras yang sudah berstandar SNI.
Kedua ; Teknologi yang di gunakan oleh PT.Kras saat ini sudah kalah bersaing dengan teknologi moderen industri baja yang lebih maju, sementara itu untuk melakukan penyesuaian atas perkembangan teknologi produksi PT.Kras dengan teknologi moderen sesungguhnya sudah di upayakan dengan rencana reformasi sistem produksi baja PT.Kras dari Electrical Art Furnace (EAF) menjadi Blast Furnace (BF). Hanya saja dalam proses perjalanannya terjadi "human error' akibat skandal Mega korupsi yang akhirnya merugikan keuangan negara melalui PT.Kras dan mengakibatkan divonisnya beberapa oknum pejabat direksi PT.Kras dan anak perusahaan karena akibat perbuatanya, dan masalah itu sudah terjadi sejak era pemerintahan sebelum Erik Tohir jadi Mentri (era Pemerintah masa lalu) yang justru menjadi beban berat dan sedang di tangani serius oleh era pemerintah saat ini.
Ketiga : Pada awalnya harapan akan kebangkitan PT.Kras itu menjadii sebuah optimisme besar ketika PT.Kras melakukan Joint Venture (JV) dengan perusahan Penanamanan Modal Asing (PMA) Pohang Iron and Steel (POSCO Korea) dengan cara bersama-sama patungan mendirikan perusahaan Joint Venture (JV) industri baja terpadu yaitu PT.Krakatau Posco (PT.KP) yang menggunakan teknologi produksi Blast Furnace (BF) dengan tujuan didirikannya dalam rangka mengoptimalkan kebutuhan baja nasional dan lainnya melalui kapasitas produksi 3.000.000 MT Per/tahun. Tujuan lain didirikannya PT.KP itu juga awalnya dalam rangka mengoptimalkan penggunaan bahan baku Sumber Daya Alam (SDA) dalam negeri. Namun hal tersebut sementara kandas diduga karena cengkraman dominasi dan kepentingan ekonomi bisnis dan usaha "rasis Korea" yang mendominasi potensi ekonomi, bisnis dan usaha di PT.KP. Sehingga pada kenyataanya kemudian Joint Venture (JV) sebagian saham PT.Kras di PT.Krakatau Posco itu tidak menghasilkan keuntungan yang sesuai dengan tujuan awal yang harapan, malah sejak awal beridirinya PT.KP hingga sampai dengan saat ini PT.Kras tidak mendapatkan bagi hasil keuntungan dari sahamnya yang dikelola PT.KP padahal hingga sampai dengan saat ini saham PT.Kras sudah mencapai 50 persen.
PT.Kras hanya mendapatkan "bagi rugi," bukan "bagi untung," karena dugaan cengkraman dominasi "rasis Korea" yang telah menguasai pundi-pundi potensi ekonomi bisnis dan usaha di PT.KP dan diduga menjadi penyebab perusahaan (JV) tersebut merugi, karena disinyalur terlalu banyak "Warung dalam toko" (Rasis Korea) . Sehingga keuntungan yang seharusnya di peroleh PT.Kras dari keberadaan sahamnya di perusahaan (JV), tidak dapat diperoleh secara maksimal dan tentunya berimplikasi pada tidak adanya kontribusi deviden kepada negara dari PT.Kras atas kepemilikan sahamnya di PT.KP.
Selama ini diduga nasionalisme dan kedaulatan ekonomi PT.Kras kandas dijajah oleh penguasaan dan cengkraman paras pengusaha "rasis Korea" padahal monutitas etnis Korea dimaksud hampir seluruhnya "Bukan anak perusahan POSCO, bukan anak perusahaan PT.Kras sebagai pemilik saham bajak bukan juga anak perusahan PT.KP".
Para pengusaha "rasis Korea" itu diduga sudah meraih keuntungan terlebih dahulu (duluan) dari penjualan bahan baku, bahan baku pembantu kebutuhan PT.KP yang pada kenyataanya sejak awal hingga saat ini masih lebih banyak impor dan kontra produktif dengan rencana awal didirikanya PT.KP yaitu "dalam rangka mengoptimalkan bahan baku yang berasal dari SDA dalam negeri" yang sejak awal sesungguhnya tidak ada cerita impor .Selain itu dominasi "rasis Korea" melalui perusahan perusahan vendor pendukung operational produksi PT.Kras. juga diduga sangat dominan menguasai dan disinyalir banyak kontrak kerja yang harganya tidak terkendali , sehingga sangat merugikan PT.KP dari berbagai dugaan potensi-potensi Mark Up yang sulit untuk dikendalikan (tidak terkontrol) karena di sinyalir didesain dengan rapih melalui dugaan konspirasi beberapa oknum pengusaha "rasis Korea" yang diduga bermain dengan pejabat atau pegawai yang juga asal Korea (rasis Korea).
Dari sistem pengelolaan modal saham PT. Kras yang berada dan dikelola oleh PT.KP tersebut bukan menguntungkan malah merugikan PT.Kras, dan lagi lagi PT.KP sebagai perusahaan (JV) tersebut adalah warisan pemerintah masa karena pabrik PT.KP sudah berdiri sejak mulai pada tahun 2011 hingga saat ini. Jadi Anthony Budiawan, sebaiknya belajar dulu lebih dalam tentang faktor-faktor kerugian PT.Kras agar jangan gagal paham terhadap dinamika perusahan BUMN yang dimana sifat ketergantungannya pada periodisasi pemerintahan dan kekuasaan itu sangat mempengaruhi pola kondisi dan kelangsungannya. Sikap saling menuding serta menyalahkan tidak menjadi solusi, karena yang penting bagaimana menginventarisir persoalannya terlebih dahulu secara detail , kemudian di bahas dan di berikan masukan yang baik kepada pemerintah agar bagaimana jalan keluarnya dapat di urai dalan bentuk solusi agar persoalan kondisi PT.Kras berangsur pulih.
"Salah satu cara di antara banyak cara memulihkan kondisi PT.Kras diantaranya dengan memposisikan PT.Krakatau Posco (PT.KP) khusus hanya untuk menangani produksi saja sedangkan PT.Kras fokus den berkewenangan bertindak sebagai finishing pakaging prodak dan penjualan sehingga kedepan semantara PT.Kras tidak perlu memikirkan persoalan teknology dan resiko produksi, hanya tinggal bagaimana agar dari penjualan tersebut PT.Kras mendapatkan laba keuntungan, istilah sederhananya "PT.KP dapurnya dan PT.Kras toko atau pedagangnya," imbuhnya.
Jadi agar tidak gagal paham sebaiknya Anthony Budiawan jangan asal menyudutkan pihak lain, tapi pelajari dulu persoalan nya secara mendalam.
"Karena semangat boleh tinggi, tapi ngajinya juga perlu agak tinggi, H. Mumu juga menyikapi terkait hal tersebut dan menyampaikan jangan gagal paham, pelajari dulu lebih dalam," Pungkasnya.
Editor : Mahesa Apriandi