Ekshumasi Korban Pengeroyokan Oknum TNI di Serang, Dokter Forensik Sebut Ada Luka di Bagian Otak
LEBAK, iNewsBanten - Tim Forensik Bhayangkara Polda Banten melaksanakan ekshumasi atau pembongkaran makam Fahrul Abdilah (29), korban pengeroyokan dua oknum TNI dan dua warga sipil di Kota Serang, beberapa waktu yang lalu. Hal ini dilakukan sebagai bagian dari proses penyidikan, agar kasus ini dapat terungkap dengan tuntas.
Proses ekshumasi makam korban yang berada di Kampung Sajira Barat, Desa Sajira, Kecamatan Sajira, Kabupaten Lebak, mendapat penjagaan ketat dari anggota Polisi dan TNI. Sejumlah warga yang penasaran terus berdatangan untuk menyaksikan proses ekshumasi yang ditutupi tenda biru.
Menurut dr. Donald Rinaldi, Dokter Forensik RS Bhayangkara Banten, menyampaikan bahwa proses ekshumasi ini dilakukan merupakan proses penyelidikan lanjutan yang dilakukan Denpom III/4 Serang. Selasa, (29/05/2025).
“Tim penyidik ingin memastikan penyebab kematian Fahrul lewat pemeriksaan forensik. Dan penyesuaian visum dari rumah sakit untuk menentukan arah hukum selanjutnya,” ucapnya.
Dari hasil pemeriksaan adanya beberapa luka pada bagian tubuh korban termasuk pada bagian kepala sebelah kanan dan luka pada bagian otak.
"Utamanya kepala atas bagian kepala atas sisi kanan, itukan ada luka terbuka sama bagian kepala belakang sisi kanan juga. Nah di bagian otak ada luka kemerahan diduga ada pendarahan pada sisi kanan, begitu otak kita angkat ada patah tulang di tengkorak bagian belakang hingga bagian dasar tengkorak," ungkapnya.
Donald menyebut, bahwa ekshumasi ini merupakan penyesuaian dari hasil visum di rumah sakit. Selain itu, nantinya hasil dari ekshumasi ini akan langsung diserahkan pada penyidik Satreskrim Polres Serang Kota.
Diketahui, kejadian pengeroyokan terjadi pada Selasa, 15 April 2025, yang dilakukan oleh dua oknum anggota TNI dan dua warga sipil tidak jauh dari alun-alun Kota Serang. Korban sempat koma dan dilakukan perawatan beberapa hari, kemudian dinyatakan meninggal dunia pada Jum'at, 18 April 2025 lalu.
Editor : Mahesa Apriandi