Buntut Aksi Mogok Kerja Blokade Pintu Gerbang, Manajemen PT Bungasari Cilegon Bakal PHK Karyawan
CILEGON, iNewsBanten – Aksi mogok kerja yang digelar oleh ratusan buruh di pintu gerbang PT Bungasari Flour Mills Indonesia berujung pada insiden kericuhan yang menyeret salah satu anggota DPRD Kota Cilegon. Insiden tersebut terjadi pada Jumat (13/6/2025) dan memicu saling lapor antar pihak yang terlibat.
Pihak manajemen PT Bungasari menyatakan akan mengambil langkah tegas terhadap para karyawan yang dianggap melanggar aturan perusahaan, termasuk kemungkinan pemutusan hubungan kerja (PHK) imbas dari aksi blokade pintu masuk yang berlangsung berhari-hari.
Menanggapi aksi demonstrasi, Haji Muhlis selaku Direktur PT Tri Daya —perusahaan lokal yang bekerja sama dengan Bungasari— menyayangkan aksi buruh yang dinilainya mengganggu keberlangsungan operasional, khususnya bagi para pekerja outsourcing yang dibayar harian.
“Kalau demo silakan saja, itu hak mereka. Tapi jangan sampai menghalangi pekerja lain yang ingin tetap bekerja. Banyak dari mereka yang harian lepas, kalau tidak kerja ya tidak digaji,” ungkap Haji Muhlis saat ditemui awak media.
Ia juga menyoroti bahwa aksi solidaritas yang dilakukan buruh justru berpotensi merugikan diri sendiri, terutama di tengah situasi ekonomi yang sedang sulit dan minimnya lapangan kerja. Menurutnya, kebijakan soal sanksi hingga PHK sepenuhnya berada di tangan manajemen perusahaan.
“Sekarang ini cari kerja susah, malah mogok. Kalau sudah begini, manajemen pasti punya alasan kuat untuk melakukan PHK, apalagi mereka punya aturan internal yang harus ditegakkan,” tambahnya.
Lebih lanjut, Haji Muhlis menyebut bahwa pihaknya turut mengalami kerugian karena para pekerja outsourcing miliknya dilarang masuk ke area pabrik selama aksi berlangsung. Akibatnya, proyek kerja terhambat dan produktivitas terganggu.
Sementara itu, HRD Operation Manager PT Bungasari, Pandu Dewayan, membenarkan bahwa aksi protes buruh dimulai sejak 3 Juni hingga 10 Juni 2025, dengan sejumlah tuntutan yang diajukan serikat pekerja.
“Total ada lima poin yang mereka suarakan. Mulai dari penolakan mutasi ke Medan, pencabutan surat peringatan, hingga tuntutan terkait iuran, kenaikan upah, dan bonus produksi,” jelas Pandu kepada wartawan.
Dari lima tuntutan tersebut, Pandu menyebut tiga poin telah dipenuhi oleh perusahaan. Namun, dua tuntutan lainnya —terkait mutasi dan penempatan kerja— disebut sebagai bagian dari hak prerogatif perusahaan dan tidak bisa dikompromikan.
“Khusus untuk mutasi dan relokasi, kami mengacu pada ketentuan perusahaan. Itu menjadi wewenang penuh manajemen,” tutup Pandu.
Editor : Mahesa Apriandi