Permahi Untirta Banten Soroti Skandal Chromebook: Digitalisasi Pendidikan Dibayangi Dugaan Korupsi
SERANG, iNews Banten– Program digitalisasi pendidikan nasional yang digagas Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) kini menjadi sorotan tajam. Di balik jargon “Merdeka Belajar” dan semangat transformasi digital, mencuat dugaan praktik korupsi berjamaah dalam pengadaan perangkat Chromebook yang menghabiskan anggaran triliunan rupiah.
Proyek pengadaan ini ditujukan untuk mendistribusikan perangkat berbasis teknologi ke ribuan sekolah di seluruh Indonesia, termasuk wilayah 3T (tertinggal, terdepan, terluar). Namun, implementasinya justru dinilai tidak transparan, sarat konflik kepentingan, dan hanya melibatkan segelintir vendor yang menguasai pasar secara eksklusif.
Syifa Fadilah, Kader Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (Permahi) Untirta Banten, menyebut skandal Chromebook sebagai bentuk nyata korupsi yang terselubung di balik proyek modernisasi pendidikan. “Semangat digitalisasi ternyata hanya bungkus. Di dalamnya penuh aroma kolusi, vendor yang itu-itu saja, dan keputusan politik yang mengabaikan realitas di lapangan,” tegas Syifa saat dimintai tanggapan, Minggu (15/6/2025).
Syifa mengungkapkan bahwa rencana awal pengadaan sebenarnya menggunakan sistem operasi Windows, namun tiba-tiba diubah menjadi Chromebook, meskipun hasil uji coba tahun 2019 telah menyimpulkan bahwa perangkat tersebut tidak cocok untuk daerah 3T. “Keputusan itu bukan hanya sembrono, tapi juga berpotensi melanggar prinsip efisiensi, akuntabilitas, dan peraturan pengadaan barang/jasa pemerintah,” tambahnya.
Kejaksaan Agung sendiri telah memeriksa puluhan saksi terkait pengadaan ini, termasuk nama mantan staf khusus Mendikbudristek Fiona Handayani dan Jurist Tan, yang diduga ikut terlibat dalam pengambilan keputusan. Hanya lima vendor yang memiliki lisensi resmi Chrome Enterprise, yang menimbulkan kekhawatiran soal praktik kartel dalam proses distribusi perangkat.
Syifa juga menyoroti lemahnya fungsi pengawasan lembaga negara. “BPK, LKPP, hingga Inspektorat Jenderal terlihat pasif. Mereka seperti hanya jadi penonton dalam drama korupsi berjamaah ini,” ujar Syifa.
Atas dasar itu, Permahi Untirta Banten mendesak audit forensik menyeluruh terhadap proyek Chromebook dan keterlibatan aktif masyarakat sipil dalam mengawasi proyek-proyek strategis nasional. “Skandal ini tidak bisa dibiarkan begitu saja. Ini menyangkut hak pendidikan dan masa depan generasi muda. Negara harus hadir dengan transparansi dan penegakan hukum,” pungkasnya.
Editor : Mahesa Apriandi