get app
inews
Aa Text
Read Next : Rumah Terseret Arus Sungai Cidurian, Warga Cikande Kabupaten Serang Hidup dalam Ancaman Longsor

Suralaya Tak Pernah Merdeka, Warga Hanya Jadi Penonton di Tengah Megaproyek IRT

Selasa, 19 Agustus 2025 | 18:48 WIB
header img
Foto PT. Indo Raya Tenaga Unit 9-10 (docAli)

CILEGON, iNewsBanten-Di tengah gegap gempita industri pembangkit listrik milik Indo Raya Tenaga (IRT) Unit 9–10 Suralaya, terselip cerita getir dari warga lokal yang merasa belum menikmati kemerdekaan di tanah sendiri. Alih-alih merasakan manfaat pembangunan, warga mengaku hanya mendapat dampak berupa polusi, kebisingan, dan debu, sementara peluang kerja justru lebih banyak dinikmati pendatang.

“Kalau dibilang adil, itu sangat-sangat tidak adil. Katanya merdeka, tapi kami belum merdeka. Kita punya ladang, tapi yang menikmati justru orang luar. Kita hanya jadi penonton,” keluh Iqbal, warga RT 03 RW 03 Kelurahan Suralaya, Kecamatan Pulomerak , saat ditemui iNews Banten, Selasa (19/8/2025).

Menurut dia, Meski banyak warga Suralaya sudah menempuh pendidikan yang layak, kesempatan kerja tetap terasa jauh. Proses rekrutmen yang dibuka perusahaan disebut hanya sebatas formalitas.

"Bisa ikut tes saja sudah syukur. Tapi hasilnya? Yang diterima orang luar. Tes hanya dijadikan ajang untuk menutupi fakta bahwa yang masuk adalah titipan. Kami hanya dijadikan bahan pembelajaran, setelah itu diabaikan,” ujar Iqbal.

Ia menambahkan, banyak kepala keluarga di kampungnya yang akhirnya menganggur. "Aktivitas saya cuma nonton orang kerja. Ironis sekali,"akunya.

Selain masalah pekerjaan, warga juga mengeluhkan dampak lingkungan. Debu proyek beterbangan, suara mesin yang bising hingga larut malam, bahkan air hujan yang jatuh dari atap rumah berubah hitam pekat.

“Kalau ada pengetesan mesin, bisingnya bisa dua hari dua malam. Debunya jangan ditanya, kalau hujan air dari atap hitam, kalau kemarau lantai rumah penuh debu proyek. Kompensasi? Kami tidak pernah merasakan,” ungkapnya.

Meski kerap kecewa, warga Suralaya tetap berharap diberi kesempatan bekerja di tanah kelahiran mereka sendiri. “Jangan jadikan kami hanya penonton. Kami juga manusia, perlu dimanusiakan. Berikanlah kami lapangan pekerjaan agar bisa menafkahi keluarga. Jangan hanya famili dan orang dalam yang bisa masuk. Sementara kami, pemilik ladang, hanya dapat polusi,” pungkas Iqbal.

Saat dikonfirmasi, Humas IRT, Indra, menyampaikan permohonan maaf belum bisa memberikan penjelasan karena sedang mengikuti kegiatan asesmen. Hingga berita ini diterbitkan, pihak perusahaan belum memberikan keterangan resmi lebih lanjut.

 

Editor : Mahesa Apriandi

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut