Oleh: Maman Abdurohman
Di bawah kubah langit, Rindu dendam menyelimuti Sang Cinta ; Di negeri asalnya ia hanya melihat kekasih tunggalnya namun kini ia terkurung melihat perbedaan-perbedaan lahir dari rahim ibu Hawa.
Ruang dan waktu membuat batasan dan jarak, namun dari arah yang sama pengetahuan dan hukum terhampar di hadapannya laksana kanfas semesta dan sayapnyapun patah : kini ia merangkak dengan paruhnya dari zaman ke zaman, negeri-negeri telah dilewatinya dengan berbagai kisah haru biru kedengkian yang bertengger di atas pekuburan habil.
Kisah ini begitu tua... kerinduannya semakin menyiksa, hampir hampir saja sang pecinta terkapar lemas di tengah gurun tandus, namun seketika ia melihat dari atas bahtera wajah kegagahan sang kekasih membersihkan luka-luka lama!
Semua tentang sang Cinta dalam pengembaraannya... Bagaimana api bisa membakarnya, sementara ia terbakar hebat dalam dada bocah penghancur berhala, Sesekali ia membuat Pecinta merajuk rindu bagai sebuah titik kesepian di dalam Nun sendirian selama 3 hari tiga malam.
Semua tentang kisah sang cinta... Kerinduan hati semakin memuncak 40 masa di bukit Tua ketika dahulu sebatang kayu membelah lautan berwarna merah menenggelamkan kesedihan dan kengerian tukang batu dan sihir sihirnya, jantung dan nadinya mulai melemah dan terkulai karna mengharap wajah kekasihnya.
Satu persatu ia lewati berbagai ke elokan dan kengerian dunia dan ia kecewa, Hari-hari tetap sama, dalam jaga ia hampa dan ketakutan ; dari cuka ia menjadi anggur segar, dari duri ia menjadi mawar : Kasturi tidak akan kembali menjadi darah, arang tidak kembali menjadi kayu bakar dan akhirnya ia pergi menjual seluruh kebijaksanaan.
Semua ini tentang sang Cinta ... Setelah menyaksikan berbagai kedustaan dunia tentang wajah kekasihnya dari para pendusta pemakan tanah dan para pencuri harta selama berabad abad, Cintapun patah sepatah patahnya, remuk seremuk remuknya, Nelangsa dalam derita yang tiada tandingnya, hingga membuat Neraka menutup pintu pintunya karna malu.
Apalah artinya seletup api majusi tentu akan padam, bahkan kudengar gemeretak tiang tiang salib patah berserakan dipunggiran pantai. Datang dikali penghujung Cinta, dalam keadaan suci-sesucinya dari eksistensi murni yang telah ditempa dalam jasad terbaik di jagat raya.
Burung Merak yang datang dari Pohon Kejadian, sayapnya telah pulih kembali untuk terbang menemui sang kekasih..; iapun pergi meninggalkan bulu-bulu indahnya sebagai perhiasan kebijaksanaan, azimat bagi para pecinta sejati, dan ia yang mengikutnya tidak akan tersesat selama-lamanya.
catatan :
Eksponensi cinta mereduksi segala perbedaan-perbedaan dunia menjadi berbagai bentuk harmonis pada fabel-fabel yang dilukiskan dalam berbagai kisah kemanusiaan, namun ia sendiri tidak terlukiskan.
Pada akhirnya Cinta yang jamak kita kenal tidaklah memiliki nama, ia terbakar hebat bersama seluruh 'kehendak bebas' yang selama ini mengutuknya, dan para pecinta sejati adalah ia yang telah patah hati oleh kehidupan dunia.
Editor : Mahesa Apriandi
Artikel Terkait