get app
inews
Aa Text
Read Next : Ada 6 Obat Herbal Bagi Penderita Gula Darah Tinggi

Dulu Salesman, Imigran Ini Sukses Jadi Pengusaha Berharta Rp20,7 Triliun

Rabu, 01 Mei 2024 | 00:17 WIB
header img
Tope Awotona, dulunya salesman, kini sukses jadi pengusaha berharta Rp20,7 triliun. Foto: IG Calendl

Perusahaan, yang didirikan di Atlanta tetapi tidak lagi memiliki kantor fisik itu telah menguntungkan sejak 2016. Tahun lalu, mengumpulkan 350 juta dolar AS dalam pendanaan dari OpenView Venture Partners dan Iconiq Capital senilai 3 miliar dolar AS. Itu berarti saham mayoritas Awotona bernilai setidaknya 1,4 miliar dolar AS, setelah diskon 10 persen yang diterapkan Forbes untuk saham semua perusahaan swasta. 

Awotona adalah salah satu dari dua miliarder teknologi kulit hitam di Amerika Serikat, bersama dengan David Steward, pendiri perusahaan penyedia TI yang berbasis di Missouri, World Wide Technology. 

“Tope bisa menjadi pengusaha teknologi Afrika-Amerika paling sukses di generasinya,” kata David Cummings, pendiri Atlanta Ventures, yang memimpin investasi awal 550.000 dolar AS di Calendly tujuh tahun lalu, dikutip dari Forbes.

Calendly tidak sendiri bisnis di bidang ini. Square, Microsoft, dan Doodle yang berbasis di Zurich menawarkan produk bersaing. Tapi Calendly telah mendapatkan daya tarik dengan desainnya yang ramping dan ramah konsumen serta model freemium yang memungkinkannya mendapatkan pelanggan yang membayar tanpa pemasaran.

Awotona sekarang bergerak untuk menciptakan alat yang membantu perekrut, tenaga penjualan, dan pekerja kantoran lainnya mengelola rapat tersebut sebelum dan sesudah diadakan. Orang lain mungkin melihat penjadwalan rapat sebagai pekerjaan yang membosankan, tetapi Awotona melihatnya sebagai kunci untuk membuat koneksi ke segala sesuatu yang terjadi dalam suatu organisasi.

Awotona lahir di Lagos, Nigeria, dalam keluarga kelas menengah. Ayahnya adalah seorang ahli mikrobiologi dan pengusaha, sedangkan ibunya bekerja di bank sentral. Ketika Awotona berusia 12 tahun, dia menyaksikan ayahnya tertembak dan terbunuh dalam pembajakan mobil. 

“Ada bagian dari diri saya, sejak usia sangat dini, yang ingin menebusnya,” ujarnya.

Pada 1996, ketika dia berusia 15 tahun, dia pindah bersama keluarganya ke Atlanta. Dia belajar ilmu komputer di University of Georgia, kemudian beralih ke informasi bisnis dan manajemen. 

"Saya suka coding, tapi itu terlalu monoton. Saya mungkin terlalu ekstrovert untuk menjadi seorang pembuat kode," ucapnya.

Sebaliknya, dia menjual perangkat lunak untuk perusahaan teknologi, termasuk Perceptive Software, Vertafore dan EMC (sejak diakuisisi oleh Dell). Dia juga mendirikan beberapa bisnis sampingan, seperti situs kencan, perusahaan yang menjual proyektor, dan perusahaan lain yang menjual peralatan berkebun. Namun ketiganya gagal.

Editor : Mahesa Apriandi

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut