Di sisi lain, Diponegoro mengisahkan perjumpaannya dengan Ratu Kidul itu untuk menggarisbawahi bahwa ia tidak memerlukan bantuan dari kekuatan magis spiritual dalam perjuangan melawan Belanda.
Sebagai seorang muslim sejati, dia menempatkan pertama - tama iman kepada Allah Yang Mahakuasa saja. Apalagi tujuan utamanya dalam Perang Jawa adalah bagaimana memajukan agama Islam, lebih khusus lagi bagaimana mengangkat keluhuran agama Islam di seluruh Jawa.
Penolakan Diponegoro pada tawaran bantuan Ratu Kidul menggarisbawahi cita-cita ini dan untuk itu begitu banyak pengorbanan telah diberikannya.
Tetapi Pangeran Diponegoro secara pribadi merasa terpesona oleh kecantikan yang tak pernah pudar dari sang ratu. Sebagai seorang Jawa tulen, Pangeran Diponegoro mendapat banyak inspirasi dari alam gaib roh-roh leluhur.
Bersamaan dengan itu ia mengambil inspirasi pula dari ketaatannya sebagai seorang muslim kepada ajaran-ajaran esoterik Shattariyya. Hal ini mencerminkan sintesis mistik, yang digambarkan Ricklefs dengan demikian bagus dalam studinya tentang Jawa sebelum abad ke-19.
Artikel ini pernah tayang di iNews id.
Editor : Mahesa Apriandi