Bahkan lanjut Said, pembuatan paspor tidak cukup hanya data jelas. Namun kata Said, pihaknya juga membutuhkan pengawasan antar lembaga dan rekomendasi atau verifikasi data dari instansi terkait, sehingga penerbitan paspor sesuai dengan keperluan pemohon.
"Kita tidak bisa melarang siapapun, karena setiap warga negara berhak membuat paspor," tukasnya.
Maka, imbuh Said, dalam konteks pencegahan PMI Non prosedural, tidak cukup dilakukan pihak imigrasi. Semua pihak harus berpartisipasi dan berperan aktif dan memberikan edukasi terdapat masyarakat, mulai dari tingkat RT hingga pemerintah Desa.
Ditempat yang sama BP2MI Banten Berlinadi Haryono menyatakan, bahwa keberadaan PMI resmi telah tercatat dalam sistem, karena kata dia, setiap PMI resmi akan memiliki data administratif yang telah terverifikasi.
"Untuk setiap warga negara Indonesia yang menjadi PMI resmi tentu wajib mempunyai keterampilan khusus. Dan hal ini juga wajib mendapatkan dukungan dari pemerintah Kabupaten/Kota agar warga mendapatkan hak untuk dapat bekerja di luar negeri," ujarnya.
Sementara untuk pencegahan adanya PMI Non prosedural, pihaknya terus berkoordinasi dengan dengan melakukan pelayanan di Bandara dan bekerjasama dengan TPI, mulai dari hulu ke hilir. Karena keberadaan PMI Non prosedural tidak dapat dipastikan, yang mana para pelakunya dapat melakukan dengan berbagai macam cara.
Dan untuk PMI tujuan ke Timur Tengah, BP2MI Banten memastikan rata-rata PMI Non prosedural, mengingat adanya moratorium sejak 2013 hingga saat ini. Maka, dari itu pihaknya mengajak pemerintah Desa mampu mengawasi warga masyarakatnya saat akan bekerja ke luar negeri.
Editor : Mahesa Apriandi