TANGERANG, iNewsBanten - Penasihat Poros Intelektual Muda (PIM), Santo Nainggolan menanggapi wacana yang berkembang tentang pemberian maaf bagi koruptor. Wacana ini telah digulirkan oleh Presiden Prabowo Subianto yang membuka peluang memaafkan koruptor apabila uang kerugian negara bisa dikembalikan. Hal tersebut ia katakan saat berbicara di depan mahasiswa Indonesia di Kairo, Mesir.
Menurut Santo wacana tersebut akan mengakibatkan turbulensi hukum yang diketahui hukum seyogyanya harus mengatur tentang transparansi dan akuntabilitas negara.
"Undang-Undang tentang Korupsi mengenal dengan aturan Pidana bukan Perdata. Pemberian maaf bagi koruptor bisa dapat dikategorikan bersepakat dalam kegelapan pada peraturan yang terang dan bertentangan dengan Sila kelima Pancasila tentang Keadilan Sosial," ungkap Santo ketika diwawancarai, Minggu (22/12) 2024.
Meski begitu Santo menyambut baik wacana tentang pemberantasan korupsi yang disampaikan oleh Prabowo. Namun sekali lagi, Santo menegaskan pemerintah harus jelas dan tegas soal aturan dan penerapannya.
"Wacana pemberian maaf kepada koruptor jangan sampai seperti sebatas pemberian metadon kepada masyarakat, saya khawatir wacana ini malah menimbulkan kepanikan bagi masyarakat karena negara saat ini butuh uang untuk bayar hutang dan janji kampanye makan siang gratis," lanjut Santo.
Santo yang merupakan pengamat kebijakan Kota Tangerang juga menyoroti Kabinet Merah Putih yang gemuk. Baginya jika jikalau benar pemerintah serius ingin memberantas koruptor tentunya Undang-Undang Perampasan Aset harus segera disahkan.
"Sebab tidak ada hambatan yang besar untuk mengesahkan Undang-Undang Perampasan Aset, hampir semua Anggota Partai Mendukung Kabinet Merah Putih di Dewan Perwakilan Rakyat," kata Santo.
Selain itu, pemberian amnesti atau abolisi oleh Presiden nantinya sebagaimana yang disampaikan oleh Prof Yusril Ihza Mahendra, Menteri Koordinator Bidang Hukum dan HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan tidaklah tepat. Sebab dampak pemberian amnesti atau abolisi merupakan untuk mencegah ketegangan politik atau konflik yang lebih besar.
"Oleh karenanya akan lebih baik serta transparan apabila Undang-Undang Perampasan Aset disahkan dan dijadikan prioritas, ketimbang memberikan amnesti atau abolisi," tutup Santo.
Editor : Mahesa Apriandi