Dominasi Kendaraan Berpelat Luar A, HIPPI Banten Soroti Minimnya Manfaat Ekonomi Lokal
Penerimaan Negara Besar, Manfaat Daerah Kecil
Selain pajak kendaraan, Syaiful juga menyinggung tingginya penerimaan negara dari industri di Banten dalam bentuk Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Sayangnya, ia menilai, belum ada korelasi yang jelas antara penerimaan tersebut dan pembangunan ekonomi lokal.
“PPN dan PPh dari barang-barang industri yang masuk itu nilainya besar. Tapi apa dampaknya untuk masyarakat sekitar kawasan industri," katanya.
Menurut Syaiful, infrastruktur di sekitar kawasan industri belum menunjukkan peningkatan yang signifikan, sementara masyarakat lokal tidak selalu mendapat prioritas dalam penyerapan tenaga kerja maupun pembinaan usaha kecil.
Ia membandingkan kondisi ini dengan Papua, yang dinilai lebih berpihak pada ekonomi daerah. “Di Papua, kendaraan operasional perusahaan wajib menggunakan pelat lokal, dan sistem operasional pun menyesuaikan dengan kebijakan setempat,” ujarnya.
Belajar dari Malaysia Syaiful juga mengungkapkan pengalamannya saat mengunjungi Malaysia pada tahun 2006 bersama pengusaha nasional Sandiaga Uno. Dalam kunjungan tersebut, mereka sempat berdiskusi dengan Perdana Menteri Mahathir Mohamad.
“Malaysia sangat terbuka terhadap investasi. Tapi mereka punya syarat yang jelas: tenaga kerja utama harus warga Malaysia, dan setiap investasi asing wajib mendampingi dan membina tenaga kerja lokal,” tutur Syaiful.
Ia menilai pendekatan seperti itu dapat diterapkan di Indonesia, khususnya di provinsi industri seperti Banten, agar manfaat investasi lebih terasa di tingkat lokal.
Harapan kepada Gubernur Baru
Syaiful juga menyampaikan harapan kepada Gubernur Banten terpilih, Andra Soni, untuk segera membenahi kebijakan-kebijakan strategis yang menyangkut ekonomi daerah. Ia menilai, selama masa transisi pemerintahan sebelumnya, banyak kebijakan yang tidak berpihak pada kepentingan lokal.
“Banten bukan hanya jalur lintasan logistik nasional. Ini pusat industri yang seharusnya mendorong kesejahteraan masyarakat lokal,” ujarnya.
Lebih lanjut Syaiful menegaskan bahwa persoalan pelat nomor hanyalah satu dari sekian banyak isu yang menunjukkan kurangnya perhatian terhadap kedaulatan fiskal dan keadilan distribusi ekonomi di daerah.
“Ini bukan sekadar soal pelat A atau bukan. Ini soal siapa yang sebenarnya menikmati hasil dari aktivitas ekonomi yang terjadi di tanah kita sendiri,” tutupnya.
Editor : Mahesa Apriandi