Telisik Sejarah Penyebab Perang Perbatasan Thailand-Kamboja
Lokasinya telah menjadikannya titik api yang berulang. Pada bulan Februari, tentara Kamboja dilaporkan menyanyikan lagu kebangsaan mereka di kuil tersebut, yang memicu konfrontasi dengan pasukan Thailand. Sebuah video percakapan tersebut menjadi viral di media sosial.
Sejarah Hubungan Thailand-Kamboja
Ini bukan pertama kalinya terjadi ketegangan antara Thailand dan Kamboja. Setiap kali tensi meningkat, biasanya disebabkan oleh sengketa perbatasan atau ketegangan politik, seperti:
Tahun 1958 dan 1961, Kamboja mengakhiri hubungan diplomatik dengan Thailand terkait sengketa Kuil Preah Vihear.
Tahun 2003, menyusul kerusuhan dan serangan terhadap Kedutaan Besar Thailand di Phnom Penh, Perdana Menteri Thailand saat itu, Thaksin Shinawatra, melancarkan Operasi Pochentong. Operasi ini mengirimkan pesawat militer untuk mengevakuasi semua warga negara dan diplomat Thailand dari Kamboja dan mengusir diplomat Kamboja sebagai balasan.
Tahun 2008 dan 2011, bentrokan militer pecah di Kuil Preah Vihear.
Tahun 2009, Thailand menurunkan hubungan sebagai tanggapan atas dukungan Kamboja terhadap mantan Perdana Menteri Thaksin Shinawatra, yang saat itu sedang diasingkan.
Politik dan Batas Kolonial
Menyusul pembentukan perlindungan Prancis atas Kamboja pada tahun 1863, beberapa perjanjian antara Prancis dan Siam ditandatangani dari tahun 1904 hingga 1907 untuk menentukan batas wilayah. Surveyor Prancis membuat peta berdasarkan garis daerah aliran sungai tetapi membuat pengecualian di dekat situs-situs penting secara budaya seperti Kuil Preah Vihear.
Para sejarawan Asia Tenggara telah lama mencatat bahwa batas-batas wilayah, terutama yang ditetapkan oleh kekuatan Barat, asing bagi politik regional.
Peta-peta buatan Prancis yang didasarkan pada kartografi Eropa memberi Kamboja "geo-body" yang khas, dengan Kuil Preah Vihear terletak tepat di dalam perbatasannya. Thailand secara konsisten mempermasalahkan batas-batas ini, terutama karena teknologi geografis yang lebih modern mengungkap adanya inkonsistensi.
Editor : Mahesa Apriandi