Fenomena “Boti” Merebak di Cilegon, Kasus Kekerasan Seksual Anak Laki-laki Meningkat
CILEGON, iNewsBanten-Fenomena perilaku seksual menyimpang di kalangan remaja laki-laki mulai menjadi perhatian serius di Kota Cilegon. Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Cilegon mencatat adanya peningkatan kasus kekerasan dan pelecehan seksual terhadap anak laki-laki sepanjang tahun 2025.
Kanit PPA Polres Cilegon, IPDA Yuli Meliana, mengungkapkan bahwa sebagian besar korban masih berusia di bawah umur.
"Korbannya banyak di bawah umur, berkisar 14–17 tahun, bahkan ada yang 14–15 tahun. Kebanyakan korban mengalami sodomi sesama jenis,"kata Yuli kepada wartawan, Selasa (14/10/2025) di Aula Kominfo Kota Cilegon.
Menurutnya, sebagian kasus dilakukan oleh pelaku dewasa, namun ada pula yang dilakukan oleh teman sebaya.
"Kalau laki-laki itu korbannya disodomi, atau disuruh melakukan tindakan tidak senonoh sesama jenis,” ungkapnya.
Lebih lanjut Yuli menuturkan, perilaku menyimpang tersebut muncul seiring pengaruh media sosial di kalangan remaja.
"Mereka melihat di TikTok lalu meniru. Sekarang istilahnya boti, singkatan dari bottom, yang artinya sesama laki-laki. Fenomena ini meningkat karena penyimpangan seksual,” tuturnya.
Fenomena “boti” kini disebut kian marak di kalangan remaja di Kota Cilegon. Ironisnya, sebagian anak menganggap hal itu lumrah tanpa memahami dampak psikologis maupun hukum yang menyertainya.
“Sebagian besar kasus kekerasan seksual anak terjadi di wilayah perkotaan. Akses internet yang luas dan minimnya pengawasan keluarga menjadi faktor utama yang memicu perilaku menyimpang ini,” jelas Yuli.
Yuli menambahkan, sebagian besar anak korban bahkan tidak menyadari bahwa tindakan yang mereka alami merupakan bentuk kekerasan. Karena itu, Polres Cilegon terus berkoordinasi dengan UPTD Perlindungan Anak dan psikolog untuk melakukan pendampingan terhadap korban.
Berdasarkan data Unit PPA Polres Cilegon, hingga September 2025 tercatat 31 kasus kekerasan seksual terhadap anak, dengan 36 pelaku yang telah ditangani. Angka tersebut hampir menyamai total kasus pada tahun 2024 yang mencapai 32 laporan.
"Kalau tahun 2024 ada 32 kasus, 20 di antaranya pencabulan terhadap anak. Tahun ini belum menunjukkan penurunan,"ujar Yuli.
Mayoritas pelaku merupakan orang dewasa berusia di atas 18 tahun, sementara korban didominasi anak di bawah umur.
"Meski korban perempuan masih terbanyak, peningkatan kasus terhadap anak laki-laki menjadi perhatian khusus,” tambahnya.
IPDA Yuli Meliana mengimbau agar para orang tua lebih memperhatikan aktivitas anak, terutama dalam penggunaan gawai dan media sosial. Ia menekankan pentingnya edukasi tentang batasan dan perilaku seksual sehat sejak dini.
"Anak-anak sekarang cepat terpapar konten digital. Orang tua harus aktif mengawasi dan memberi pemahaman agar mereka tahu mana yang salah dan berbahaya,"tegasnya.
Polres Cilegon juga mendorong masyarakat untuk tidak menutup mata terhadap fenomena ini dan segera melapor jika menemukan indikasi kekerasan seksual terhadap anak di lingkungan sekitar.
Editor : Mahesa Apriandi