Kemudian, orang tuanya mengirim Sukyatno ke rumah pamannya untuk diajari berdagang. Dia akhirnya bekerja menjadi salesman alat elektronik. Saat itu, dia bertemu istrinya Yenny Widjaja yang merupakan sesama pedagang alat elektronik.
Mereka memutuskan menikah pada 1971. Setelah menikah, dia mencoba banyak hal, mulai dari bekerja sebagai seorang calo Surat Izin Mengemudi (SIM) hingga jadi pemborong proyek perumahan. Namun dia justru memiliki banyak utang sehingga membuatnya jatuh miskin dan tidak bisa menyekolahkan anaknya.
Kendati demikian, dia tak putus asa. Dengan modal Rp1 juta dan resep es teler dari mertuanya, Murniati Widjaja yang pernah memenangi lomba membuat es teler di majalah, dia memutuskan berjualan es teler, dan memberi nama tokonya dengan nama Es Teler 77.
Dia mulai dari kedai kecil di emperan pusat perbelanjaan Duta Merlin, Jakarta Pusat. Namun karena tidak mampu membayar sewa, dia terpaksa pindah.
Sukyatno akhirnya membuka Es Teler 77 di tempat lain yang lebih bersahabat, yakni di sebelah gedung pertokoan Gajah Mada Plaza. Di sana, Es Teler 77 mulai berkembang pesat. Mertuanya kemudian mendirikan perusahaan CV Es Teler 77 untuk membantu melebarkan sayap bisnis Sukyatno.
Meski sudah cukup besar dan memiliki beberapa cabang di pusat perbelanjaan Ibu Kota, Es Teler 77 harus kalah dengan restoran asing yang lebih diprioritaskan karena dinilai memberikan keuntungan lebih besar. Namun dia dan keluarganya tetap berjuang hingga naluri bisnisnya yang tajam menemukan konsep waralaba pada 1987.
Es Teler 77 menjadi bisnis makanan cepat saji asli Indonesia pertama yang menerapkan sistem waralaba. Cabang pertama di luar Jakarta dibuka di Solo. Mulai dari situ, usahanya semakin besar dan berkembang, banyak orang yang ingin bekerja sama dan membuka cabang-cabang baru di sejumlah kota di Indonesia.
Sementara itu, 1998 menjadi tahun bersejarah bagi Es Teler 77. Sukyatno melihat pelung bisnis di luar negeri. Dia akhirnya melakukan ekspansi dengan membuka cabang internasional pertama di Singapura. Dua tahun kemudian, Es teler 77 membuka cabang internasional kedua di Melbourne, Australia.
Setelah sukses, Sukyatno akhirnya menyerahkan bisnisnya kepada anak-anaknya, hingga akhirnya meninggal pada 11 Desember 2007. Dia meninggalkan sekitar 300 cabang Es Teler di seluruh Indonesia dan di luar negeri seperti Australia, Malaysia, dan Singapura.
Itulah kisah sukses Sukyatno Nugroho yang dihimpun dari berbagai sumber. Semoga bisa menjadi motivasi dan menginspirasi untuk berwirausaha.
Editor : Mahesa Apriandi
Artikel Terkait