JAKARTA, iNewsBanten - Pencegahan Gangguan saraf, salah satunya harus rajin melakukan perawatan gigi secara berkala sangat penting untuk menjaga kesehatan gigi. Sakit gigi merupakan gejala akibat penyakit pada gigi atau gusi.
Namun, pada kasus tertentu, sakit gigi juga bisa menjadi tanda adanya penyakit di bagian tubuh lain, sehingga berdampak pada saraf gigi.
Ketua Ikatan Konservasi Gigi Indonesia (IKORGI) Jakarta Selatan, Rina Permatasari mengatakan, perawatan gigi kerap dianggap mahal, dan lama karena harus bolak-balik. Tapi sekali pasien menyadari mempertahankan gigi itu lebih berharga daripada memakai gigi palsu, pasti akan memilih perawatan gigi.
"Di sinilah poin lebihnya dalam mempertahankan gigi. Memang tidak mudah, tindakannya panjang dan butuh berkali-kali datang. Tapi bila fungsi gigi bisa terselamatkan dan tidak perlu gigi palsu, pasti pasien akan memilih jalur perawatan," kata Dr. drg. Rina Permatasari, dalam Seminar Ilmiah Nasional Ikatan Konservasi Gigi Indonesia kelima (SINI V) belum lama ini.
Menurutnya, gigi palsu ada yang ditanam, tapi tidak semua orang bisa tanam gigi. Harganya pun jauh lebih mahal daripada perawatan gigi.
Maka itu, dia berharap dokter gigi di Indonesia dapat mengedukasi masyarakat mengenai perawatan gigi. Dalam meningkatkan kompetensi dokter di Indonesia, IKORGI menyelenggarakan Seminar Ilmiah Nasional Ikatan Konservasi Gigi Indonesia kelima (SINI V).
"Seminar ilmiah ini merupakan wadah bagi para dokter gigi khususnya spesialis konservasi gigi, untuk saling bertukar ilmu. Kami juga mengundang pembicara nasional maupun internasional, untuk update ilmu," kata drg Rina.
Menurutnya, apa yang disampaikan di seminar berdasarkan hasil penelitian, sesuai temanya evidence-based dentistry, yang diimplementasikan dalam pekerjaan sehari-hari. Jadi tidak hanya dari pengalaman saja lalu diimplementasikan ke pasien. Harus melalui penelitian yang panjang, sehingga ada bukti klinis.
Ketua Pengurus Pusat IKORGI, Dudi Aripin mengatakan, di masa pandemi memang riset klinis sedikit menurun, karena berisiko untuk melakukannya. Jadi lebih banyak laporan kasus dan literature review yang dipaparkan dalam seminar ini.
"Di masyarakat, sering disebut perawatan saraf gigi. Yang tepat adalah perawatan saluran akar gigi, karena bila saraf gigi sudah terinfeksi, hampir tidak pernah kembali normal, biasanya harus diangkat. Saluran akar gigi inilah yang dirawat," kata drg Dudi.
Dia menambahkan, di bidang konservasi gigi, ada dua fragmentasi, yaitu endodontic (ilmu yang mempelajari vulva perawatan saluran akar gigi), dan restorasi. Setelah perawatan saluran akar gigi, dilakukan restorasi gigi.
"Untuk mencegah gigi berlubang, sikat gigi 2 kali sehari, yaitu di pagi hari setelah sarapan, dan di malam hari sebelum tidur. Lalu berkumur, dan rutin kontrol ke dokter gigi. Untuk anak 3 bulan sekali, dan 6 bulan sekali untuk dewasa" katanya.
Ketua IKORGI cabang Jakarta Pusat Anggraini Margono mengatakan, misi kedokteran gigi adalah jika pasien datang dengan keluhan sakit, dia pulang tidak sakit lagi. Terkait komponen biaya, biasanya dibicarakan di awal.
"Kalau di RS, 70-80% adalah pasien asuransi, dan selebihnya pribadi. Dari awal, dibicarakan soal biaya, serta waktu yang dibutuhkan untuk perawatan, termasuk butuh berapa kali kunjungan," kata drg Anggraini.
Menurutnya, dokter gigi merencanakan perawatan ideal, tapi semua keputusan ada di tangan pasien. Sakit akan menurunkan produktivitas kerja, sedangkan sakit ini umumnya dialami oleh usia produktif.
"Jadi kita hilangkan sakitnya, lalu sesuaikan dengan budget pasien. Kita bisa merujuk pasien ke RS pendidikan yang bisa melayani dengan biaya lebih terjangkau, tanpa mengurangi kualitas dan pemberian layanan," kata drg Anggraini.
Ketua Kolegium Konservasi Gigi Indonesia, Prof Ratna Meidyawati mengatakan, perawatan saluran akar gigi memang tidak murah, karena banyak sekali komponen yang dilakukan. Memang ada BPJS, tapi sayang anggarannya tidak besar.
"Riset penting untuk mempertemukan antara komponen biaya dengan tujuan perawatan. Konsep perawatan gigi dimulai dari yang sederhana. Tapi kalau sudah infeksi ke dalam, maka memerlukan perawatan saluran akar. Pengembalian itu bukan sekadar menempel, tapi menumbuhkan kembali. Salah satu riset inovatif, pelopornya adalah komunitas endordontik," kata Prof drg Ratna Meidyawati.
Dia menjelaskan, tujuan perawatan adalah bentuk gigi harus normal lagi, sesuai fungsinya. Kalau tidak sesuai fungsi, akan ada akibat tambahan yang terjadi misalnya bila gigi tidak diratakan, maka gigi atas bisa turun, sehingga makanan bisa terselip di antara gigi. Jadi harus dikembalikan ke bentuk semula.
"Konsep kedokteran gigi sekarang tidak mencabut, melainkan mempertahankan dan merawat gigi. Sesuai namanya, ilmu konservasi gigi. Jadi kita pertahankan gigi selama mungkin di rongga mulut. Namun bagaimanapun juga harus kita lihat indikasi dan bagaimana kondisi sisa jaringan gigi," kata Prof drg Ratna.
Artikel ini pernah tayang di iNews id.
Editor : Mahesa Apriandi
Artikel Terkait