JAKARTA, iNewsBanten - Mangkuk merah merupakan sebuah tradisi sakral dalam adat Suku Dayak yang berfungsi sebagai alat komunikasi antarsesama rumpun Dayak serta sebagai penghubung dengan roh nenek moyang. Mangkuk merah juga dijadikan sebagai alat untuk memohon bala bantuan guna melawan musuh.
Bukan itu saja, mangkuk merah juga dipercaya mempunyai kekuatan untuk mengajak semua orang Dayak terlibat dalam suatu peperangan.
Suku Dayak percaya melalui mangkuk merah roh leluhur akan membantu mereka dari serangan pihak luar.
Namun, dalam ritual mangkuk merah ini hanya panglima adat yang berwenang untuk memanggil dan berhubungan dengan para roh suci atau dewa.
Mangkuk ini disebut mangkuk merah karena di dalamnya diwarnai dengan jaranang. Jaranang adalah sejenis tanaman akar yang mempunyai getah berwarna merah dan digunakan sebagai pewarna sebelum masyarakat Dayak mengenal cat.
Akar jaranang yang berwarna merah dioleskan pada dasar mangkuk bagian dalam sehingga kini dikenal dengan nama mangkuk merah. Namun, seiring perkembangan zaman, getah jaranang itu dapat diganti dengan cat merah.
Jika mangkuk merah sudah diedarkan, maka mampu mempengaruhi massa untuk melakukan gerakan.
Mangkuk merah hanya digunakan jika terjadi hal-hal besar yang menakutkan, gawat dan jiwa terancam. Mangkuk merah saat itu juga dikeluarkan sebagai bentuk pertahanan serta menjaga keselamatan dari serangan musuh.
Lalu bagaimana ritualnya?
Sebelum melakukan ritual mangkuk merah, biasanya panglima adat akan mempersiapkan sejumlah perangkat dalam upacara memanggil roh dewa.
Pertama panglima adat akan mempersiapkan mangkuk dari teras bambu atau tanah liat yang berbentuk bundar, sebagai wadah untuk meletakkan peralatan yang lain.
Kemudian, dasar mangkuk diolesi getah jaranang berwarna merah yang mengandung pengertian pertumpahan darah.
Kemudian, bulu atau sayap ayam yang mengandung pengertian cepat, segera, kilat seperti terbang.
Setelah itu, panglima adat juga menyiapkan Daun Rumbia (Metroxylon sagus) yang mengandung pengertian bahwa pembawa berita tidak boleh terhambat oleh hujan karena sudah dipayungi.
Lalu, longkot api (bara api kayu bakar yang sudah dipakai untuk memasak di dapur) yang mempunyai pengertian bahwa pembawa berita tidak boleh terhambat oleh petang (gelap) malam hari karena sudah disediakan penerangan.
Panglima adat juga menyiapkan tali simpul dari kulit kepuak, yang memiliki arti sebagai lambang persatuan, dan terakhir umbi jerangau merah (Acorus calamus) yang melambangkan keberanian. Semua perlengkapan itu dikemas dalam mangkuk kemudian dibungkus kain merah.
Setelah semua perlengkapan dipenuhi, panglima adat akan membawa mangkuk merah tersebut ke panyugu (tempat suci yang dianggap keramat) pada saat matahari terbenam. Di sana, ia meminta petunjuk dewa.
Diyakini bahwa roh suci akan menjawab melalui tanda-tanda alam yang kemudian diterjemahkan oleh panglima apakah mangkuk merah sudah saatnya diedarkan atau belum. Jika dianggap layak, tubuh palingma akan dirasuki oleh roh dewa.
Setelah itu, panglima yang sudah dirasuki roh dewa akan pulang ke desanya dengan meneriakan kata-kata magis tertentu.
Ketika panglima adat meneriakan kata-kata tersebut, penduduk desa sudah mengerti maksudnya dan berkumpul di lapangan sambil membawa mandau, perisai, dan senjata lantak dengan kain merah di kepala.
Setelah itu, panglima adat kemudian menularkan roh dewa kepada semua penduduk kemudian mengutus kurir untuk mengantarkan mangkuk merah ke desa lain.
Beberapa orang yang ditunjuk untuk menyampaikan berita telah diberi arahan mengenai maksud dan tujuan mangkuk merah, siapa saja yang harus ditemui (para ahli waris), kapan berkumpul, tempat berkumpul, dan sebagainya.
Setelah berita itu disampaikan, orang yang ditunjuk tadi tidak boleh menginap atau singgah terlalu lama. Meskipun hujan lebat atau hari sudah petang, mereka harus meneruskan perjalanan.
Biasanya, masyarakat Dayak yang berada di bawah pengaruh magis serta dikomando panglima perang konon kebal senjata, bahkan tidak makan hingga sebulan, dan bisa bergerak cepat di dalam hutan.
Suku Dayak meyakini melaksanakan ritual mangkuk merah tidaklah mudah. Sebab, di dalamnya terdapat kepercayaan bahwa ritual yang dilaksanakan akan meminta nyawa manusia dan menimbulkan korban.
Artikel ini sudah tayang di iNews.id
Editor : Mahesa Apriandi
Artikel Terkait