SERANG, iNewsBanten - RUU Kesehatan kembali menjadi trending topic di media sosial, kali ini membahas produk tembakau. Salah satu poin yang disorot adalah terkait aturan tentang tembakau. Oleh sebagian netizen, RUU kesehatan disebut menyetarakan tembakau dengan narkotika.
Kini netizen ramai menyampaikan ketidaksepakatan dengan usulan Kementerian Kesehatan yang mengelompokkan rokok sama dengan narkotika lewat RUU Kesehatan.
Menurut netizen, tindakan tersebut bagian dari upaya diskriminatif terhadap konsumen rokok hingga petani tembakau.
"Mengelompokkan tembakau dengan narkotika dan psikotropika sebagai zat adiktif di dalam kategori yang sama merupakan tindakan diskriminatif," ungkap seorang netizen dengan nama akun Twitter @JulianD****, dikutip MNC Portal, Kamis (27/4/2023).
Hal senada juga disampaikan netizen lain, @AnakLoli***, "Sebagai perokok aktif tentu sangat keberatan dengan wacana yang diusulkan Kemenkes agar rokok disejajarkan dengan narkotika."
"DPR RI jangan seenaknya membahas RUU Kesehatan. Semua juga tahu kalau tembakau bukan narkoba yang membuat orang jadi sakit jiwa," tambah akun tersebut.
Tuduhan netizen bahwa Kemenkes menyamaratakan status rokok dengan narkotika dan psikotropika mengacu pada draft RUU Kesehatan Pasal 154 ayat (3) yang memuat rencana bahwa produk tembakau dengan narkotika dan psikotropika tergolong zat adiktif.
Secara singkat, bunyi draft itu begini, "Zat adiktif yang dimaksud berupa narkotika, psikotropika, minuman beralkohol, hasil tembakau, dan hasil pengolahan zat adiktif lainnya."
Nah, di dalam draft RUU Kesehatan juga menjelaskan bahwa yang dimaksud sebagai hasil tembakau pada pernyataan sebelumnya antara lain sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau iris, dan tembakau padat dan cair yang digunakan untuk rokok elektrik.
Kemenkes beberkan fakta rokok sejajar dengan narkotika
Sadar bahwa banyak suara masyarakat yang menganggap rokok bakal disamakan dengan narkotika melalui RUU Kesehatan, Juru Bicara Kemenkes dr Mohammad Syahril angkat suara.
Pada awak media belum lama ini, dia menyampaikan bahwa anggapan rokok akan disamakan dengan narkotika adalah kesalahan besar. Artinya, tidak benar rokok akan sejajar dengan narkotika melalui RUU Kesehatan.
Menurut dr Syahril, pengelompokkan rokok dengan narkotika itu berkaitan dengan zat adiktif yang memiliki unsur ketergantungan jika dikonsumsi, bukan artinya status rokok akan sama dengan narkotika atau psikotropika.
"Pengelompokan yang sama (rokok dengan narkotika) bukan berarti tembakau dan alkohol diperlakukan sama dengan narkotika dan psikotropika," kata dr Syahril pada awak media melalui keterangan resminya, belum lama ini.
Rokok pintu masuk penggunaan narkoba
Meski punya status hukum yang berbeda dengan narkotika dan psikotropika, rokok tetap saja tidak disarankan untuk dikonsumsi. Selain bisa menyebabkan ketergantungan, rokok juga dinilai sebagai pintu masuk menuju penggunaan narkotika.
Dikatakan Ahwil Luthan selaku Ketua Kelompok Ahli Badan Narkotika Nasional (BNN) RI, merokok adalah cikal bakal penyalahgunaan narkotika.
"Relasa antara rokok dengan narkotika tak dapat dipungkiri. Rokok merupakan pintu masuk utama (menuju penggunaan) narkotika," kata Ahwil Luthan, dikutip dari laman resmi BNN.
Bahkan Ahwil menegaskan bahwa rokok sebenarnya sudah masuk kategori narkotika jenis rendah. Ini karena rokok memiliki unsur utama nikotin yang merupakan salah satu zat psikotropika stimulan.
Sumber:
Editor : Mahesa Apriandi
Artikel Terkait