" Dan pihak kepolisian menerapkan pasal 160 dan170 KUHP dimana pasal tersebut tentang penghasutan dimuka umum yang berdampak pada kekacauan, kerusakan barang milik orang lain. Namun perlu diketahui aksi tersebut adalah reaksi atas keresahan warga akibat terganggunya kenyamanan oleh aktivitas galian tanah. Dan mereka punya hak melakukan aksi menyampaikan pendapat dimuka umum sebagai mana dalam undang undang no 9 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat dimuka umum juga dalam konstitusi negara Indonesia UUD 1945 pasal 28 E dan pasal 28 F tentang kebebasan menyampaikan pendapat dimuka umum." Ucap King Badak.
Lebih lanjut dikatakan, " Masyarakat punya hak mendapatkan ketenangan dan kedamaian dilingkungan tempat tinggalnya karena mereka sangat terganggu oleh aktivitas galian tanah, maka kalau ada upaya kriminalisasi terhadap mereka, saya sangat tidak setuju. Karena yang seharusnya dipidana itu adalah Pengelola galian tanah yang sudah jelas tidak berijin sebagai mana yang dinyatakan oleh Dinas ESDM provinsi bahwa galian mekar sari jelas tidak berijin. Apalagi dampaknya sudah jelas merusak lingkungan dan merugikan warga Setempat. Juga rusaknya fasilitas umum seperti jalan yang dibiayai APBD rusak oleh armada tronton pengangkut tanah, belum lagi solar subsidi dan perijinannya." Imbuhnya.
" Reaksi masyarakat itu akibat kekecewaan terhadap pemerintah daerah kabupaten Lebak yang tidak mendengar keluh kesah Warga Masyarakat, terutama Bupati dan Anggota DPRD Lebak yang tutup mata dan tuli.
Saya atas nama warga masyarakat Kabupaten Lebak berharap agar Bapak Kapolda Banten Cq, Ditreskrimum Polda Banten tidak menindaklanjuti pemeriksaan terhadap warga masyarakat kampung Papanggo Desa Mekarsari, Semoga Bapak Kapolda mau mempertimbangkannya." Tutup King Badak.
Sementara Ketua Feradi WPI DPD Banten Fam Fuk Tjhong saat di konfirmasi Tim Awak Media Jurnal KUHP akan mendampingi warga Mekar Sari yang dipanggil oleh pihak Polda Banten.
Editor : Mahesa Apriandi
Artikel Terkait