Oleh : Ahmad Saepul Bahri
OPINI, iNewsBanten — Kasus pembangunan pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di pesisir utara Kab. Tangerang merupakan contoh nyata buruknya pengawasan pemerintah terhadap pengelolaan wilayah pesisir dan laut.
Keberadaan pagar laut yang tidak berizin menggambarkan pemerintah gagal memastikan tata kelola yang baik sesuai dengan aturan hukum yang berlaku, khususnya pada masyarakat pesisir utara Kab. Tangerang yang menggantungkan hidupnya pada laut guna memenuhi kebutuhannya sehari-hari.
Berbagai dugaan perbuatan melawan hukum dalam kasus pagar laut Kab. Tangerang sampai detik ini belum menemukan titik terang. Perbedaan pandangan hukum antara kejaksaan dan kepolisian menjadi alasan klasik yang menyebabkan kasus ini tidak kunjung sampai dimeja hijau.
Hal ini jelas menyita perhatian publik, karena seolah aparat penegak hukum hanya berani menindak kroco-kroconya tapi tidak pernah berani menyentuh dalang intelektualnya.
Penerbitan alas hak diatas laut, dugaan penerimaan BPHTB sebesar 60 milyar oleh pemerintah Kab. Tangerang serta tidak adanya izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL) dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) ternyata masih belum cukup untuk membawa kasus ini ke persidangan.
Hal ini seperti menggambarkan aparat penegak hukum lebih tunduk pada kepentingan borjuasi nasional ketimbang kepentingan nasional.
Dalam rilis survei yang dilakukan oleh Lembaga Survei Indikator Politik Indonesia (Indikator) pada tahun 2024, Kepercayaan publik terhadap lembaga penegak hukum di Indonesia cenderung menurun meskipun landai.
Tentu hal ini menjadi preseden buruk bagi lembaga penegak hukum di Indonesia. Seharusnya dengan adanya kasus pagar laut di wilayah pesisir utara Kab. Tangerang menjadi momentum bagi aparat penegak hukum untuk meningkatkan indeks kepercayaan publik terhadap lembaganya masing-masing.
Perlu diketahui, dalam kasus pagar laut di wilayah Kab. Tangerang ada 13 dugaan peraturan yang dilanggar. Diantaranya UU Cipta Kerja, UU Pokok Agraria, UU Kelautan hingga UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Kecil.
Selain itu, ada UU tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU Hak Asasi Manusia, PP perizinan berusaha, permen KKP tentang sanksi administratif di Bidang Kelautan dan Perikanan, sampai Permen ATR tentang penataan pertahanan di wilayah pesisir.
Kasus pagar laut bukanlah kejahatan biasa, ini adalah kejahatan yang terstruktur, sistematis dan masif. Kuatnya dugaan praktik Kolusi, Korupsi dan Nepotisme pada kasus ini seharusnya menjadi perhatian penuh aparat penegak hukum.
Persoalan pagar laut bukan hanya persoalan pagar biasa, ini adalah persoalan kedaulatan bangsa. Aparat penegak hukum tidak boleh membebek pada pengusaha apalagi sampai mencari suaka.
Disclaimer : judul dan isi tulisan menjadi tanggung jawab sepenuhnya dari penulis dan bukan merupakan pandangan atau sikap redaksi.
Editor : Mahesa Apriandi
Artikel Terkait
