KABUPATEN SERANG, iNewsBanten-Pemerintah Kecamatan Puloampel menggelar aksi tanam pohon pada Kamis siang, 24 Juli 2025, dalam rangka memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia. Kegiatan ini melibatkan unsur Muspika dan aparatur desa, sebagai bentuk ajakan kolektif untuk menanggulangi polusi udara yang kian mengkhawatirkan akibat aktivitas kendaraan dan industri di wilayah pesisir barat Kabupaten Serang tersebut.
Sebanyak 100 batang pohon ditanam serentak di berbagai desa di Kecamatan Puloampel, mulai dari pohon mangga, trembesi, ambon, hingga jenis lokal seperti glodokan, randu, jambu air, kelengkeng, dan pucuk merah. Bibit tanaman tersebut berasal dari bantuan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Serang.
Camat Puloampel, Teguh Nugroho, mengatakan bahwa kegiatan ini adalah bentuk kepedulian pemerintah terhadap krisis lingkungan yang makin nyata, terutama di wilayah padat industri dan lalu lintas kendaraan berat seperti di jalan Bonegara.
“Kami harap penanaman ini jadi pemicu bagi semua desa untuk turut menghijaukan lingkungan masing-masing. Tapi yang lebih penting, kami juga mendesak perusahaan tambang untuk tidak abai,” kata Teguh.
Ia menyebut hingga saat ini masih banyak perusahaan tambang di wilayah Puloampel yang belum menunjukkan tanggung jawab sosial dan ekologis. Teguh mencontohkan banjir yang terjadi di wilayah Candi sebagai salah satu akibat dari lemahnya kepedulian lingkungan korporasi.Namun begitu, ia juga mengapresiasi PT Lestari Banten Energi (LBE) yang disebut aktif memberikan bantuan bibit pohon untuk Desa Salira.
“Kita butuh lebih banyak perusahaan seperti LBE. Tidak hanya eksploitatif, tapi juga solutif,” ujarnya.Ketua DPD Brantas Kabupaten Serang, Yana Suryana, turut memberikan pernyataan kritis terhadap peran perusahaan industri di wilayah Puloampel. Menurutnya, investasi tidak boleh dibenarkan jika mengabaikan hak-hak ekologis masyarakat sekitar.
“Kami menilai banyak perusahaan tambang di Puloampel yang belum transparan dalam pengelolaan lingkungan. Jangan sampai masyarakat hanya dapat dampak negatifnya, seperti banjir, debu, dan rusaknya ekosistem,” ujar Yana.
Editor : Mahesa Apriandi
Artikel Terkait
