Ketika Muawiyah bin Abi Sufyan radhiallahu ‘anhu meminang Ummud Darda setelah wafat Abud Darda RA, berkatalah Ummud Darda RA,
“Aku pernah mendengar Abud Darda radhiallahu ‘anhu berkata, “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, أَيُّمَا امْرَأَةٍ تُوُفِّيَ عَنْهَا زَوْجُهَا, فَتَزَوَّجَتْ بَعْدَهُ فَهِيَ لآخِرِ أَزْوَاجِهَا. ‘Istri mana saja yang wafat suaminya, lalu menikah lagi sepeninggal suaminya, dia bersama suaminya yang terakhir.’ “Dalam hal ini, aku tidak ingin mengutamakanmu dari Abud Darda.”
Muawiyah lalu mengirim surat kepada Ummud Darda berisi pesan, “Hendaknya engkau banyak puasa karena puasa adalah pemutus (syahwat).” (HR. ath-Thabarani dalam al-Mu’jam al-Ausath, 3/275, dinyatakan sahih dalam ash-Shahihah no. 1281).
Hudzaifah RA pernah berkata kepada istrinya, “Apabila engkau suka menjadi istriku di surga jika kelak Allah ‘azza wa jalla mengumpulkan kita di sana, janganlah engkau menikah sepeninggalku[2]. Sebab, perempuan itu di surga adalah milik suaminya yang terakhir di dunia. Karena itu, Allah ‘azza wa jalla mengharamkan istri-istri Nabi SAW menikah sepeninggal beliau karena mereka adalah istri-istri beliau di surga kelak.” (Diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam as-Sunan, 7/69—70)
Editor : Hikmatul Uyun