SERANG, iNewsBanten - Kabar mengejutkan datang dari Sri Langka. Seorang petani dikabarkan meninggal dunia usai tertelan tulang ikan. Pria berusia 61 tahun itu menderita sakit perut yang luar biasa selama 3 hari setelah makan ikan. Hingga akhirnya meninggal dunia.
Penyebab kematian pria tersebut karena tulang yang tertelan telat merobek ususnya sehingga menyebabkan infeksi mematikan. Panjang tulang ikan itu sekitar 2 cm. Ia baru mengunjungi rumah sakit setelah 3 hari menahan sakit pada perutnya. Sang petani juga menderita gejala muntah-muntah.
Dikutip dari dailymail, Rabu (21/9/2022), dokter bedah rumah sakit Distrik Mannar, Sri Langka, dr. Chathura Karunatileke, akhirnya memutuskan untuk melakukan operasi pada perut pria tua itu.
Hal ini karena diketahui tulang tersebut sudah menembus usus dan membuat kotoran keluar dari "jalur" yang seharusnya. Infeksi pun sudah menyebar ke mana-mana.
Kasus tulang merobek usus terbilang jarang terjadi. Hal ini diungkapkan dr. Karunatileke selaku dokter bedah yang menangani si pria malang itu, dikutip dari dailymail. "Perforasi gastrointestinal (robeknya usus) jarang disebabkan oleh tulang ikan. Penanganan yang terlambat mempersempit waktu untuk terapi agar dapat dipulihkan. Sumber daya yang rendah seperti kurangnya modalitas pencitraan canggih mengacaukan hasil dengan diagnosis yang tertunda," ungkap dr.Karunatileke.
Pada saat ke rumah sakit, kondisi pria itu sudah sangat parah. Pemindaian menunjukkan perutnya dipenuhi cairan, tanda bahwa ginjalnya tiba-tiba berhenti bekerja dengan baik.
Ahli bedah mengoperasinya selama dua jam. Ditemukan tulang ikan telah menyebabkan lubang 5mm di usus kecilnya. Ini mengakibatkan peritonitis feses, istilah medis untuk infeksi pada perut yang disebabkan oleh kotoran tubuh.
Dokter akhrinya memotong usus sepanjang 10 cm dan mengeringkan cairannya, dengan tujuan untuk menyambungkan kembali usus yang sehat dalam operasi kedua. Namun kondisinya memburuk selama proses perbaikan. Sang pria meninggal dunia karena komplikasi serangan jantung dan infeksi yang mengancam jiwa, setelah 8 jam dirawat.
Editor : Mahesa Apriandi