Cornelis Marinus Pleyte (1863-1917) atau disingkat CM Pleyte adalah peneliti sejarah sekaligus kurator Museum Royal Batavian Society of Arts and Science, yang sekarang menjadi Museum Nasional Jakarta. Semasa hidup dia mengajar sejarah dan etnologi di Administration School in Batavia yang letaknya juga berada di sekitar Gambir.
Pleyte mempunyai sebuah naskah tentang sejarah Banten sebelum Islam, naskah itu bernama Wawacan Banten Girang. Para ahli memperkirakan naskah ini dibuat pada sekitar abad 18 atau 19. Walaupun dibuat di masa yang cukup baru, naskah koleksi Pleyste ini menunjukkan beberapa ciri kalau sumbernya berasal pada kisaran abad 16 atau 17.
Naskah ini mempunyai dua bagian. Yang pertama adalah kisah tentang perang antara Banten dengan Lampung. Sedangkan bagian kedua menceritakan dukungan militer Banten Girang kepada kerajaan Majapahit saat menghadapi kesulitan besar. Kedua kisah ini mempunyai keterkaitan karena tokoh yang ada di dalamnya sama yakni Hariang Banga dan Ciung Wanara.
Raja Banten Girang bernama Bahujaya dia berperang dengan raja Lampung yang bernama Sukarma. Dalam naskah dikisahkan raja Lampung mendapat dukungan dari Palembang, Bangkahulu, Padang dan Batak.
Sedangkan raja Bahujaya mempunyai dua panglima yang hebat yakni Hariang Banga dan Ciung Wanara. Penelusuran De Graff dan Pigeaud beberapa kali menyebutkan Arya Bangah yang mungkin sama dengan Hariang Banga sebagai anak dari perempuan ratu dari Cirebon. Sedangkan Ciung Wanara merupakan simbol kebangsawanan Sunda yang mungkin berumur lebih lama dari periode kerajaan Banten Girang.
Banten Kuno dalam Catatan Keramik
Penggalian yang dilakukan Guillot pada paruh awal 90-an ternyata mampu menggambarkan kronologi kerajaan kuno di hulu teluk Banten yang diperkirakan sudah ada sejak zaman kebesaran Sriwijaya. Temuan terbanyak tembikar kuno memuncak dalam kurun abad 12 hingga abad 14. Periode ini merupakan transisi ketika Sriwijaya perlahan-lahan memudar kejayaan lautnya dan digantikan oleh Majapahit dari timur.
Setelah melalui berbagai metode perbandingan yang cukup rumit, para ahli memperkirakan Banten Girang telah dihuni setidaknya sejak abad 10. Kuantitas temuan keramik perlahan semakin banyak dan mencapai puncaknya di abad 13 dan 14. Setidaknya ini menjelaskan tentang kemajuan ekonomi Banten Girang. Banyaknya keramik dari Cina juga memperlihatkan kedekatan khusus Banten Girang dengan Cina yang oleh para ahli diperkirakan tidak hanya berupa hubungan dagang tetapi juga sudah menjadi hubungan kekerabatan. Asal-usul keramik yang ditemukan di Banten Girang bahkan menunjukkan sumber pembuatan sejak jaman dinasti Tang, Song, dan Yuan.
Uniknya pada perkiraan umur abad 15 terjadi pengurangan jumlah keramik yang sangat drastis. Guillot dan kawan kawan menduga bahwa itu terjadi karena penaklukan Banten Girang oleh Pakuan. Pada masa itu lah mulai terjadi perpindahan bandar-bandar perdagangan ke kawasan lain seperti muara sungai Cisadane, Ciliwung, dan Citarum.
Editor : Mahesa Apriandi