"Kalau kita bertahan memikirkan kembali ke proporsional tertutup, tentunya solidaritas hanya akan terbangun antara caleg dengan partai politik. Akhirnya calon wakil rakyat hanya akan menghambakan diri pada partai politik tapi tidak terbangun solidaritasnya dengan pemilih dan akhirnya tidak mengabdikan dirinya kepada rakyatnya," kata Ricky.
Menurut Ricky, partai yang tidak suka dengan proporsional terbuka, sebetulnya adalah partai yang tidak siap membuka persaingan secara sehat di internal partainya.
"Proporsional tertutup adalah bentuk penghianatan kepada rakyat. Rakyat seperti beli kucing dalam karung. Hal ini akan menjadikan demokrasi kita hanya dalam cengkraman oligarki. Dengan kembalinya kedaulatan hanya di tangan orang-orang tertentu dan menegasikan demokrasi dari kedaulatan rakyat," katanya.
"Kursi legislatif bukan refresentatif dari rakyat tapi dari partai. Semacam kongkalikong yang terstruktur nantinya," kata Ricky.
Lanjut Ricky, bahwa hal ini sangat jauh berbeda dengan sistem pemilu proporsional terbuka, di mana rakyat memiliki daulat penuh untuk menentukan wakil rakyatnya sendiri.
Editor : Mahesa Apriandi