Willy Prakarsa dan Nafas Panjang Aktivis 98: Kritik yang Merawat Nurani Publik
“Keluhan mereka nyata. Harga-harga naik, penghasilan stagnan, dan negara terasa jauh,” tulis Willy. Kritiknya bukan dalam bentuk makian, tapi empati yang disampaikan dengan nada tenang—namun mengusik logika kekuasaan.
Yang mengejutkan, di tengah kritik itu, Willy menyelipkan harapan. Ia meminta publik untuk tetap rasional, tak terjebak dalam kemarahan kosong. Baginya, kritik bukan untuk membakar, tapi untuk menerangi. “Kalau kita berhenti berharap, maka reformasi hanya tinggal sejarah tanpa jiwa,” ujar pria yang turut membangun konsolidasi aktivis lintas kampus di akhir 90-an itu.
Lebih jauh, Willy bahkan secara terbuka menyampaikan permintaan maaf kepada masyarakat Tangerang Raya dan Banten atas pilihan politik yang pernah ia suarakan dalam Pilpres 2024. Tanpa menyebut nama, ia mengakui bahwa langkah politik bisa meleset, dan publik berhak menilai.
Editor : Mahesa Apriandi