Berbagai dampak buruk yang telah dialami masyarakat Sulawesi di sekitar industri pertambangan nikel adalah “alarm” kepada Pemerintah Indonesia. Nikel adalah logam keras yang di dalam kehidupan sehari-hari merupakan material untuk membuat kabel listrik, koin, dan peralatan militer. Bentuknya berupa logam keras dan padat, berwarna keperakan dengan semburat keemasan, yang memiliki ketahanan terhadap panas dan korosi. Sementara Limonit atau bijih nikel berkadar rendah adalah bijih besi yang mengandung campuran besi oksida-hidroksida.
Eksplorasi pertambangan mineral nikel di Indonesia telah dimulai pada awal abad ke-20, tepatnya pada tahun 1901 yang dimulai dengan eksplorasi seorang peneliti berkebangsaan Belanda bernama Kruyt yang melakukan penelitian di pegunungan Verbeek, Sulawesi Selatan.
Pada tahun 1909 EC Abendanon seorang ahli geologi berkebangsaan belanda juga menemukan bijih nikel di Kecamatan Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara. Sejak penemuan awal ini eksplorasi nikel terus dilakukan di wilayah pegunungan Verbeek hingga ke Sulawesi Tenggara.
Pada tahun 1934 Oost Borneo Maatschappij (OBM) dan Bone Tole Maatschappij melanjutkan eksplorasi pertambangan bijih nikel hingga pada tahun 1938 OBM melakukan pengiriman pertama 150.000 ton bijih nikel menggunakan kapal laut ke Jepang.
Pada masa awal kemerdekaan eksplorasi nikel di wilayah Sulawesi tidak pernah terekspos hingga pada tahun 1968 diterbitkan kontrak karya (KK) untuk pertambangan nikel laterit kepada PT. International Nickel Indonesia (INCO). Hal ini menandai titik mula eksploitasi nikel skala besar di Indonesia. Hingga saat ini telah ada setidaknya 54 perusahaan penambang nikel di Indonesia yang tergabung dalam Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI).
Di Sulawesi selatan sendiri hingga akhir 2021 telah terdapat 6 perusahaan tambang nikel yang menguasai 87.556,4 hektare wilayah konsesi, dan 3 blok pertambangan yang terdiri dari Blok Pongkeru, Blok Bulubalang, dan Blok Lingke Utara dengan total luasan 6.860,51 hektare.
Sementara di Sulawesi Tengah, ada 37 perusahaan yang telah mendapatkan izin usaha pertambangan nikel dengan total luas mencapai 92.604 hektare
Kemudian izin usaha pertambangan nikel yang paling banyak dan luas di Pulau Sulawesi berada di Sulawesi berada di Sulawesi Tenggara. Berdasarkan catatan hingga akhir tahun 2021, terdapat 252 perusahaan tambang yang telah mendapat izin usaha pertambangan nikel dengan total luas mencapai 510.282 hektare.
Berdasarkan jumlah IUP nikel yang telah dikeluarkan pemerintah hingga akhir tahun 2021 mencapai 295 IUP dengan total luas mencapai 690.442 hektare.
Editor : Mahesa Apriandi
Artikel Terkait