MAJALENGKA, iNewsBanten - Warga kampung tak minder bercengkrama dengan turis, meskipun tak sebanyak di Indramayu, tidak sedikit warga Kabupaten Majalengka juga memilih menjadi Pekerja Migran Indonesia (PMI). Beberapa negara seperti di Arab Saudi, Malaysia, Taiwan merupakan favorit bagi PMI asal Majalengka untuk berjuang mencari rezeki.
Majalengka utara, seperti Kecamatan Kertajati, Jatitujuh, dan Kecamatan Ligung bisa dikatakan sebagai daerah dengan jumlah warganya yang banyak menjadi PMI. Tidak hanya satu kali dan di satu negera. Beberapa orang di antaranya pernah berkali-kali, dan tidak hanya ke satu negara saja.
Cerita miris tentang hak-hak PMI yang tidak dipenuhi, atau bahkan sampai menghadapi hukuman mati, seperti yang dialami Tuti, warga Sukahaji yang jadi PMI di Arab, adalah bagian dari fenomena itu. Namun, di balik kabar duka tersebut, banyak juga ditemukan hal-hal menarik dan unik yang ditemukan pada mereka yang pernah menjadi PMI.
Kampung Kaputren, Desa Putridalem adalah salah satu daerah di Kecamatan Jatitujuh yang banyak warganya mengais rezeki di negeri orang. Dari fenomena itu, muncul fakta unik, sekaligus membuat bangga.
Ya, berbekal dari pengalamannya menjadi PMI, kini warga di kampung itu banyak yang fasih dalam berbahasa asing. Yayah adalah salah satu warga Kaputren yang memiliki kemampuan bahasa Arab yang fasih.
Tidak hanya bahasa Arab, dia pun cukup percaya diri berbicara menggunakan bahasa Inggris, berkat menjadi PMI di Arab dan Qatar. Kemampuan bahasa Inggris yang dimiliki Yayah, lantaran saat menjadi PMI, dia pun 'dituntut' untuk menggunakan bahasa dunia itu.
Kini, meskipun sudah kembali tinggal di kampung, tidak jarang Yayah menggunakan bahasa Arab saat ngobrol santai dengan sesama mantan PMI.
"Saya lebih suka pakai bahasa Arab. Sekarang juga masih suka nonton film Arab. Saya juga bisa bahasa Qatar atau Inggris. Jadi selain meningkatkan ekonomi keluarga, saya selama 10 tahun bekerja di Arab, saya juga jadi bisa berbagai bahasa," kata dia, di sela-sela santai d rumahnya.
Tokoh pemuda Kampung Kaputren Majalengka Amin Halimi mengatakan, fenomena bekerja di luar negeri terjadi sekitar tahun 1990. Motif ekonomi jadi alasan mereka meninggalkan kampung dan keluarga untuk bekerja di luar negeri.
"Dari awal tahun 90-an perempuan-perempuan di sini bekerja ke luar negeri, mereka terpaksa meninggalkan rumah, orang tua Bahkan suami-anak untuk bisa mendapatkan uang," ujar Amin kepada Tribun, Sabtu (14/1/2023).
Selain di Asia, beberapa warga Kaputren juga diketahui menjadi PMI di Eropa, seperti Jerman dan Prancis. Namun, secara persentase, negara Asia masih tercatat paling banyak.
"Ada beberapa TKI atau TKW yang pergi ke luar negeri itu ke beberapa negara, seperti Malaysia, Arab Saudi, Taiwan, Korea, Jepang, Brunei Darussalam, bahkan ada yang beberapa warga Kampung Kaputren juga ke Jerman," kata dia.
Editor : Mahesa Apriandi
Artikel Terkait