Setelah semua perlengkapan dipenuhi, panglima adat akan membawa mangkuk merah tersebut ke panyugu (tempat suci yang dianggap keramat) pada saat matahari terbenam. Di sana, ia meminta petunjuk dewa.
Diyakini bahwa roh suci akan menjawab melalui tanda-tanda alam yang kemudian diterjemahkan oleh panglima apakah mangkuk merah sudah saatnya diedarkan atau belum. Jika dianggap layak, tubuh palingma akan dirasuki oleh roh dewa.
Setelah itu, panglima yang sudah dirasuki roh dewa akan pulang ke desanya dengan meneriakan kata-kata magis tertentu.
Ketika panglima adat meneriakan kata-kata tersebut, penduduk desa sudah mengerti maksudnya dan berkumpul di lapangan sambil membawa mandau, perisai, dan senjata lantak dengan kain merah di kepala.
Setelah itu, panglima adat kemudian menularkan roh dewa kepada semua penduduk kemudian mengutus kurir untuk mengantarkan mangkuk merah ke desa lain.
Beberapa orang yang ditunjuk untuk menyampaikan berita telah diberi arahan mengenai maksud dan tujuan mangkuk merah, siapa saja yang harus ditemui (para ahli waris), kapan berkumpul, tempat berkumpul, dan sebagainya.
Setelah berita itu disampaikan, orang yang ditunjuk tadi tidak boleh menginap atau singgah terlalu lama. Meskipun hujan lebat atau hari sudah petang, mereka harus meneruskan perjalanan.
Biasanya, masyarakat Dayak yang berada di bawah pengaruh magis serta dikomando panglima perang konon kebal senjata, bahkan tidak makan hingga sebulan, dan bisa bergerak cepat di dalam hutan.
Suku Dayak meyakini melaksanakan ritual mangkuk merah tidaklah mudah. Sebab, di dalamnya terdapat kepercayaan bahwa ritual yang dilaksanakan akan meminta nyawa manusia dan menimbulkan korban.
Artikel ini sudah tayang di iNews.id
Editor : Mahesa Apriandi
Artikel Terkait