SERANG, iNewsBanten, iNewsBanten-Proyek reklamasi di pesisir Bojonegara, Kabupaten Serang, memicu gelombang penolakan dari kalangan nelayan. Tanpa dialog dan sosialisasi, wilayah tangkap yang selama ini menjadi sandaran hidup mereka perlahan berubah menjadi kawasan industri.
“Kami bukan menolak pembangunan, tapi jangan ambil laut kami,” ujar Usman, nelayan asal Kampung Pangsoran, Desa Bojonegara, saat ditemui iNewsBanten, Minggu (3/9/2025).
Menurutnya, sejak alat berat masuk ke laut, kehidupan nelayan berubah drastis. “Dulu kami bisa pulang bawa ikan, sekarang jangankan ikan, tempat berteduh pun sudah digusur jadi jeti,” keluhnya. Tak hanya itu, ombak besar dan arus kencang kini mengancam keselamatan mereka setiap hari.
Endapan lumpur, limbah reklamasi, dan pengerukan membuat laut menjadi dalam dan berbahaya. Habitat ikan rusak, hasil tangkapan menurun, dan ancaman kehilangan mata pencaharian kian nyata.
Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Bojonegara, Sukardi, menegaskan bahwa nelayan tidak pernah dilibatkan dalam proses perencanaan reklamasi. Surat permintaan audiensi yang diajukan pun tak digubris.
“Pemerintah tutup mata. Proyek ini berjalan tanpa pengawasan, tanpa partisipasi publik. Ini bentuk pengingkaran terhadap keadilan sosial dan konstitusi,” tegas Sukardi
Sekretaris HNSI Bojonegara Endang Supahar menambahkan, reklamasi yang mematikan ruang hidup nelayan adalah pelanggaran terhadap amanat Undang-Undang Dasar 1945 yang menegaskan perlindungan terhadap rakyat dan kekayaan alam Indonesia.
“Pemerintah seharusnya berdiri di tengah, bukan menjadi perpanjangan tangan kepentingan korporasi,” ujarnya
Pantauan iNewsBanten menunjukkan sejumlah kawasan pesisir telah diurug. Paku bumi ditancapkan ke dasar laut, sementara kapal proyek dan ekskavator mendominasi area yang dulunya dipenuhi perahu nelayan.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada tanggapan resmi dari pemerintah daerah maupun pihak pelaksana proyek reklamasi.
Sementara itu, suara nelayan yang selama ini tak terdengar, kini menggema dari balik debu proyek: mereka hanya ingin didengar sebelum ruang hidup mereka benar-benar hilang ditelan beton.
Editor : Mahesa Apriandi
Artikel Terkait
