TANGSEL, iNewsBanten– Wali Kota Tangerang Selatan, Benyamin Davnie, meminta masyarakat bersabar menghadapi kendala pengangkutan sampah yang terjadi di sejumlah wilayah belakangan ini. Benyamin menegaskan bahwa situasi ini merupakan dampak dari langkah korektif pemerintah yang tengah melakukan transisi besar-besaran, dari pola pembuangan konvensional menuju sistem pengolahan sampah modern berbasis teknologi.
Benyamin menyadari sepenuhnya ketidaknyamanan yang dialami warga akibat tumpukan sampah di beberapa titik. Menurutnya, Pemerintah Kota Tangerang Selatan saat ini tidak lagi sekadar ingin memindahkan masalah ke tempat lain, melainkan sedang memutus rantai persoalan sampah dari akarnya.
"Saya merasakan betul kegelisahan warga. Bau yang tidak sedap dan pemandangan tumpukan sampah itu adalah beban moral bagi saya. Namun, kita harus berani mengambil langkah jujur bahwa TPA Cipeucang sudah tidak mampu lagi menampung beban dengan cara lama. Memaksakan pembuangan di sana justru akan menciptakan bencana lingkungan yang lebih besar bagi anak cucu kita," ujar Benyamin saat memberikan keterangan resmi di Balai Kota, Sabtu (27/12/2025).
Transformasi Teknologi dan Target Zero Landfill
Terkait solusi permanen, Benyamin memaparkan secara rinci mengenai proyek Pengolahan Sampah menjadi Energi Listrik (PSEL). Ia menjelaskan bahwa proyek ini telah melewati tahapan lelang yang ketat dan kini berada pada fase krusial sebelum konstruksi dimulai. Proyek ini merupakan bagian dari program strategis nasional untuk mengatasi darurat sampah perkotaan.
"Mengenai rincian teknisnya, PSEL ini nantinya akan memiliki kapasitas olah yang sangat masif, mencapai 1.000 hingga 1.100 ton sampah per hari. Angka ini setara dengan seluruh timbulan sampah yang dihasilkan warga Tangsel setiap harinya," tutur Benyamin.
Ia menambahkan bahwa teknologi thermal yang digunakan memiliki standar emisi yang sangat ketat. "Sampah akan habis dibakar dan dikonversi menjadi energi listrik, bukan lagi ditumpuk hingga menggunung. Sistem ini mampu mereduksi volume sampah hingga 90 persen, sehingga residu yang dihasilkan sangat minimal. Ini adalah jawaban atas keterbatasan lahan kita yang semakin padat demi mencapai target zero landfill," jelasnya.
Namun, Benyamin menekankan bahwa teknologi tidak akan maksimal tanpa penanganan darurat yang responsif. Sembari menunggu PSEL beroperasi secara permanen, Pemkot Tangsel menjalankan strategi berlapis untuk mengurai kemacetan sampah di lingkungan warga.
"Saya telah menginstruksikan langkah-langkah darurat yang bersifat empatik di lapangan. Pertama, kita lakukan pengangkutan prioritas dengan mengerahkan armada tambahan di titik-titik pemukiman padat dan fasilitas umum agar estetika kota tetap terjaga," kata Benyamin.
Selain itu, ia menjelaskan bahwa kerja sama regional menjadi kunci jangka pendek. Pemkot melanjutkan koordinasi pembuangan sampah sementara ke daerah mitra, seperti TPA Cilowong di Serang, guna mengurangi beban berat di Cipeucang. Di tingkat akar rumput, pemerintah juga mengaktivasi kembali lebih dari 36 Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Reuse, Recycle (TPS3R) di setiap kelurahan.
"Aspek kesehatan warga tetap nomor satu. Saya memerintahkan penyemprotan disinfektan dan cairan pengurai bau secara rutin di titik-titik tumpukan sampah yang belum terangkut untuk meminimalisir dampak sanitasi," tegasnya.
Di akhir keterangannya, Benyamin mengetuk hati masyarakat untuk ikut terlibat dalam perubahan besar ini. Ia meyakini bahwa sentuhan tangan warga dalam memilah sampah dari sumbernya adalah bagian dari solusi humanis yang paling efektif.
"Pemerintah tidak bisa berjalan sendiri. Saya memohon kepada warga, mari kita mulai memilah sampah organik dan anorganik dari dapur kita masing-masing. Transisi ini memang berat, tapi ini adalah jalan menuju Tangerang Selatan yang lebih hijau dan bersih. Ini adalah warisan kita untuk masa depan anak cucu kelak," pungkasnya.
Pemerintah Kota Tangerang Selatan menegaskan bahwa langkah pembatasan di TPA Cipeucang saat ini adalah bagian dari tanggung jawab lingkungan untuk menghindari longsoran sampah ke aliran sungai. Transisi menuju PSEL dipandang sebagai satu-satunya jalan keluar yang adil dan berkelanjutan bagi seluruh warga kota
Editor : Mahesa Apriandi
Artikel Terkait
