JAKARTA, iNewsBanten - Roda terus berputar mantan tukang sol sepatu, Muhammad Naim merupakan salah satu pengusaha sukses di berbagai bidang dari hotel hingga rumah makan. Kesuksesannya diraih dengan kerja keras karena dia lahir dari keluarga tidak mampu.
Pria kelahiran Banyuwangi, Jawa Timur berusia setengah abad ini anak dari seorang petani di Banyuwangi. Sementara ibunya menjadi pekerja migran di Arab Saudi.
Sejak kecil, Naim dididik untuk mandiri. Untuk mendapatkan uang jajan, dia harus berusaha. Dia pun berjualan es keliling dan menjadi tukang sol sepatu di kampungnya. Dari usahanya itu, saya kelas 4 SD, dia bisa membeli jam tangan dan kelas 5 beli sepeda ontel dengan uang sendiri.
"Saya dikenal sebagai penjual es dan tukang sol sepatu. Pulang sekolah kalau enggak jualan es, ya sol sepatu," kata ayah tiga anak ini, dikutip dari YouTube Pecah Telur.
Dia menjadi tukang sol sepatu hingga duduk di bangku SMP. Saat SMA dia berhenti karena harus keluar kota. Setelah lulus SMA, dia merantau kee Malang dengan niat menempuh pendidikan, namun drop out di bulan keempat karena kesulitan biaya.
Setelah itu, dia bekerja sebagai sales door to door dengan berjalan kaki untuk menghidupi dirinya. Setelah itu, dia ditawari pekerjaan sebagai agen asuransi pada akhir 1994. Satu tahun bekerja, dia bisa membeli motor seharga Rp3,5 juta. Kemudian pada 1996, dia membangunkan rumah orang tuanya.
Sebelumnya untuk membangun rumah, rencananya uang tersebut akan digunakan untuk membeli mobil. Namun karena dia sadar rumah orang tuanya sudah miring, niatnya pun berubah.
"Habis salat Magrib di masjid, masuk halaman lihat rumah saya kok miring, lalu enggak jadi beli mobil. Uangnya untuk bongkar rumah karena kalau hujan bocor semua, dari rumah terjelek jadi terbaik. Tujuan untuk nyenengin orang tua saya," ujar Naim.
Setelah itu, dia meminta sang ibu untuk pulang ke Banyuwangi pada 1997. Pada akhir tahun itu, dia bisa membeli mobil untuk keluarganya. Naim juga membangunkan toko sembako untuk orang tuanya di rumah. Kemudian pada 1999, dia berhasil membangun rumahnya sendiri.
Pada 2000 dia akan diangkat menjadi manajer termuda di perusahaan asuransi dan mendapat predikat luar biasa, namun dia menolak lantaran memiliki kerja sampingan sebagai marketing alat peraga sekolah. Ternyata di saat yang sama, orderan dari sekolah-sekolah banyak dan pendapatan yang dihasilkan juga besar, sehingga dia memilih resign dan fokus pada perusahaan alat peraga sekolah tersebut. Namun dia memutuskan keluar setelah tiga tahun bekerja di sana dan mendirikan perusahaan sendiri.
"Fokus perusahaan itu sampai 3 tahun. Pada 2002 akhir menikah, Desember 2003 keluar karena dikhianati perusahaan sendiri. Saya bikin perusahaan sndiri dan pada 2004 sudah dapet proyek di Papua selama 3 tahun, nilainya itu sudah miliaran," ucap Naim.
Namun dia sempat tersandung penipuan saat bekerja sama dengan teman di Kalimantan Selatan pada 2019. Tak tanggung-tanggung, dia tertipu sebesar Rp1,35 miliar.
Dalam kondisi tersebut, dia mendapatkan dukungan penuh dari keluarganya, istri dan kedua orang tuanya. Dia pun intropeksi diri, mendekatkan diri pada Illahi. Akhirnya, dia berhasil menjual salah satu aset hotelnya saat pandemi dan melunasi utangnya.
Saat ini, dia berhasil menjadi pengusaha dengan beberapa bisnis yang dikembangkan, seperti pusat oleh-oleh, Fariz Hotel, Fariz Resto, dan yang terbaru adalah Warung Makan Luweng Pedes. Warung kuliner khas Jawa Timur yang terkenal dengan hidangan menu pedas, aneka sayur dan lauk pauk.
Diresmikan Oktober 2020, Luweng Pedes didirikan di tegah kondisi pandemi sebagai ikon kuliner pedes di Kota Batu, Malang yang mengusung konsep makanan jadul. Setiap harinya, pengunjungnya mencapai ribuan orang.
Luweng Pedes kini memiliki 4 cabang di Malang dan Yogyakarta.
Naim mengaku, kunci dia meraih kesuksesan adalah orang tuanya. Dia mengatakan, selalu memprioritaskan orang tuanya.
"Tiap buka usaha, kuncinya satu, pusaka saya yaitu orang tua saya. Saya selalu minta restu, doa orang tua. Kalau ada meeting dengan orang penting pun, kalau ibu atau bapak saya telpon, saya langsung stop, minta izin untuk terima telpon. Enggak dikasih proyek enggak apa-apa, yang penting orang tua saya senang. Itu kuncinya," tuturnya.
Artikel ini pernah tayang di iNews id.
Editor : Mahesa Apriandi