JAKARTA, iNewsBanten- Sejatinya niat merupakan kehendak atau keinginan hati dalam melakukan suatu amalan.
Satu hal yang sebaiknya kita lakukan adalah mengevaluasi perjalanan hidup kita di tahun 1445 H, agar di tahun 1446 H yang akan datang kehidupan kita menjadi lebih baik lagi, terutama di hadapan Allah SWT.
Salah satu evaluasi yang penting untuk kita lakukan adalah evaluasi terhadap niat kita. Niat memiliki peranan yang sangat strategis dalam setiap tahapan kehidupan kita. Niat menjadi penentu terhadap buah dari amal perbuatan kita.
Baginda Rasulullah SAW pernah bersabda yang artinya: “Sesungguhnya amalan itu tergantung niatnya dan seseorang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang dia niatkan.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Pada hadits yang lain, Baginda Rasulullah SAW menjelaskan: “Sesungguhnya amal perbuatan itu diiringi dengan niat, dan sesungguhnya bagi setiap insan akan memperoleh menurut apa yang diniatkan. Barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka dibenarkan hijrahnya itu oleh Allah dan Rasul-Nya; dan barang siapa hijrahnya untuk dunia yang hendak diperoleh atau wanita yang hendak dipersunting, maka ia akan mendapatkan apa yang diingini itu saja.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Begitu strategisnya niat dalam setiap perbuatan yang kita lakukan, sehingga buah dari perbuatan yang kita lakukan pun ditentukan oleh niat yang kita tanamkan dalam hati. Fatal akibatnya, jika kita salah dalam berniat.
Sejatinya niat merupakan kehendak atau keinginan hati dalam melakukan suatu amalan. Sesederhana itulah makna dari niat. Namun dampaknya sangat luar biasa, sehingga Baginda Rasulullah pun memberikan perhatian khusus terkait dengan niat seperti pada hadits-hadits di atas.
Banyak para ulama yang membahas tentang niat. Salah satunya adalah Ibnu Rajab Al-Hambali. Beliau menjelaskan bahwa fungsi dari niat itu ada dua. Fungsi yang pertama adalah membedakan antara satu ibadah dengan ibadah lainnya atau membedakan antara ibadah dengan kebiasaan.
Sebagai contoh misalnya shalat dua rakaat. Takbiratul ikhram, bacaan, rukuk, sujud, dan gerakan lainnya seluruhnya sama. Namun yang satu disebut shalat sunnah qabliyah subuh, dan yang satunya lagi disebut shalat subuh. Kedua shalat tersebut dapat dibedakan melalui niatnya.
Fungsi kedua adalah membedakan tujuan seseorang dalam beribadah, yakni apa tujuan yang ingin diraih seseorang dengan ibadah yang dilakukannya. Apakah dalam ibadahnya itu bertujuan mencari keridhaan Allah atau pujian manusia?
Fungsi niat yang kedua ini terkait erat dengan keikhlasan seseorang dalam melakukan suatu amalan. Bisa jadi amalnya juga sama, namun keikhlasannya berbeda. Hanya amal ibadah yang ikhlaslah yang membuahkan pahala terbaik dari Allah SWT.
Hal ini ditegaskan oleh Allah SWT dalam sebuah hadits qudsi yang artinya: “Aku sangat tidak butuh sekutu, siapa saja yang beramal menyekutukan sesuatu dengan-Ku, maka Aku akan meninggalkan dia dan syiriknya (sekutunya).” (HR. Muslim).
Oleh karenanya, salah seorang ulama yang bernama Abdullah bin Mubarak berkata: “Boleh jadi amalan yang sepele menjadi besar pahalanya disebabkan karena niat. Dan boleh jadi amalan yang besar menjadi kecil pahalanya, juga karena niat.”
Para pembaca Hikmah Jum’at yang budiman.
Kita sebagai manusia adalah tempatnya lupa dan salah. Oleh karena itu, besar kemungkinannya kita melakukan suatu amalan dengan niat yang kurang bahkan tidak lurus. Mungkin kita rajin tahajud karena ingin naik jabatan, atau mungkin kita rajin puasa karena ingin langsing, dan sebagainya.
Niat-niat yang seperti itu sejatinya mengganggu keikhlasan kita dalam menjalankan ibadah. Bisa jadi ketika kita memiliki niat yang kurang lurus seperti itu, ketika kemudian apa yang diharapkan tidak pernah terwujud, maka besar kemungkinan ibadahnya pun akan dihentikan.
Editor : Mahesa Apriandi