Faktor lain yang mendukung keterbelakangan moralitas Mahasiswa dan kaum gerakan saat ini adalah kebanyakan intelektual yang memiliki irisan dengan para Mahasiswa aktif (hubungan klasik senior dengan junior) mayoritas menjadi teknokrat alias skrup-skrup dalam roda pemerintahan, kaum intelektual pada gilirannya dipergunakan oleh pemerintah untuk membela beleidnya atau solidarity maker suatu gerakan yang dimotori oleh irisannya tersebut.
Dengan bekal idealisme tanggung, irisannya pun sering tidak mampu menjunjung azas atau nilai luhur perjuangan yang seharusnya melekat pada organisasi gerakan atau diri seorang Mahasiswa.
Bukan hanya sekadar ungkapan bahwa seorang Datuk Tan Malaka mewariskan api perjuangan dalam kalimat “idealisme adalah kemewahan terakhir yang hanya dimiliki pemuda”, begitu visioner apabila kita selaraskan dengan kondisi bangsa saat ini.
Mahasiswa yang seharusnya mempertahankan idealisme dan nilai gerakannya itu malah menggadaikannya dengan kue-kue murah dari penguasa dan antek-anteknya, miris.
Saya ingin Tan Malaka, Sjahrir dan Soe Hok Gie hidup kembali untuk memberikan penilaian tentang para intelektual yang tak lagi mahal, para aktivis yang tak lagi idealis.S
Sundal Intelektual ini ditujukan secara implisit kepada siapa saja yang gemar “menggadaikan” idealisme Mahasiswa atau gerakan suci demi kantong pribadi, demi amplop kekuasaan yang menyebabkan runtuhnya keobjektifan. Kembalilah kita semua pada naungan azas perjuangan dalam samudera kebenaran.
Editor : Mahesa Apriandi