Karena caleg yang mendapatkan suara terbanyak pertama, Nazarudin Kiemas, meninggal, Riezky-lah yang seharusnya ditetapkan sebagai caleg terpilih. Namun, Setyo mengatakan, HK melakukan berbagai upaya yang memengaruhi KPU agar menetapkan Harun Masiku sebagai caleg terpilih pengganti Nazarudin Kiemas yang meninggal.
Salah satu upaya yang ditempuh oleh HK adalah mengajukan uji materi ke Mahkamah Agung pada 24 Juni 2019. HK juga menandatangani surat terkait permohonan pelaksanaan putusan uji materi di MA pada tanggal 5 Agustus 2019.
”Setelah ada putusan dari MA itu, KPU tidak mau melaksanakan putusan tersebut. Oleh sebab itu, HK (Hasto) meminta fatwa kepada MA,” imbuhnya.
Secara bersamaan, HK membujuk Riezky mengundurkan diri agar satu kursi di parlemen itu bisa diberikan kepada Harun Masiku. Akan tetapi, upaya itu ditolak oleh Riezky. HK juga pernah memerintahkan Saeful Bahri untuk membujuk Riezky Aprilia agar bersedia mundur. Saeful Bahri sampai rela menemui Riezky di Singapura akan tetapi upaya ini tidak menemukan hasil yang sesuai.
”Bahkan, surat undangan pelantikan sebagai anggota DPR atas nama Riezky Aprilia ditahan oleh HK dan Riezky diminta untuk mundur setelah pelantikan,” katanya.
Karena bujukan bujukan tersebut belum berhasil, HK kemudian meminta pertolongan dengan mengajak kerja sama bersama Harun Masiku, Saeful Bahri, dan Donny Tri Istiqomah untuk meminta Wahyu Setiawan dan Agustina Tio Fridelina selaku pejabat KPU untuk mengurus persoalan tersebut.
Pada 31 Agustus 2019, HK menemui Wahyu Setiawan untuk meminta dan memenuhi usulan yang diajukan oleh DPP PDI-P untuk menetapkan Maria Lestari di dapil 1 Kalimantan Barat dan Harun Masiku di dapil 1 Sumsel sebagai caleg terpilih.
Dalam proses itulah, menurut Setyo, ditemukan bukti petunjuk bahwa sebagian uang yang digunakan untuk menyuap Wahyu berasal dari Hasto. Dalam perencanaan sampai dengan penyerahan uang kepada Wahyu, Hasto mengatur dan mengendalikan Saeful Bahri dan Donny Tri Istiqomah.
Editor : Mahesa Apriandi