Hasto mengatur dan mengendalikan Donny Tri Istiqomah untuk menyusun kajian hukum pelaksanaan putusan MA dan permohonan fatwa MA ke KPU. Hasto pula yang mengatur dan mengendalikan Donny untuk melobi Wahyu Setiawan agar dapat menetapkan Harun sebagai anggota DPR dari dapil Sumsel 1. Bahkan, Hasto juga mengatur dan mengendalikan Donny untuk mengambil dan mengantarkan uang suap kepada Wahyu Setiawan.
”HK bersama-sama dengan Harun Masiku, Saeful Bahri, dan Donny Tri Istiqomah melakukan penyuapan terhadap Wahyu Setiawan dan Agustina Tio Fridelina sebesar 19.000 dollar Singapura dan 38.350 dollar Singapura pada periode 16-23 Desember 2019 agar Harun Masiku dapat ditetapkan sebagai anggota DPR periode 2019-2024 dari dapil I Sumsel,” ungkap Setyo.
Wahyu Setiawan telah dijatuhi hukuman 6 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada 24 Agustus 2020. Majelis hakim menilai Wahyu bersalah karena terbukti menerima uang dari Saeful Bahri sebesar 19.000 dollar Singapura dan 38.350 dollar Singapura atau total setara dengan Rp 600 juta.
Uang tersebut diberikan dengan tujuan agar Wahyu selaku anggota KPU periode 2017-2020 mengupayakan persetujuan permohonan pergantian antarwaktu anggota DPR 2019-2024 dari PDI-P daerah pemilihan Sumatera Selatan 1, yakni dari Riezky Aprilia ke Harun Masiku.
Hukuman Wahyu kemudian diperberat oleh MA menjadi 7 tahun penjara. Dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai, hal-hal yang memberatkan adalah selaku pejabat atau penyelenggara negara, yaitu anggota KPU, Wahyu seharusnya bertanggung jawab atas terpilihnya penyelenggara negara yang baik, bersih, dan jujur. Terdakwa seharusnya bekerja dengan baik, jujur, dan bersih, tetapi justru mengingkari sumpah jabatannya.
Wahyu telah menjalani hukumannya dan bebas bersyarat pada 6 Oktober 2023. Pada 27 Juli 2024, KPK kembali memeriksa Wahyu sebagai saksi untuk pengembangan penyidikan kasus dugaan suap yang melibatkan Harun Masiku tersebut.
KPK juga menetapkan Hasto sebagai tersangka dalam dugaan perintangan penyidikan (obstruction of justice). Perintangan penyidikan itu, di antaranya, adalah pada saat proses tangkap tangan KPK, 8 Januari 2020. Kala itu, Hasto memerintahkan Nur Hasan, penjaga Rumah Aspirasi di Jalan Sutan Syahrir Nomor 12A, yang biasa digunakan sebagai kantor pribadi Hasto, untuk menelepon Harun Masiku. Hasto meminta Harun Masiku merendam ponselnya di dalam air dan segera melarikan diri.
Kemudian, pada 6 Juni 2024, sebelum diperiksa sebagai saksi oleh KPK, Hasto juga memerintahkan Kusnadi untuk menenggelamkan telepon genggam agar tidak ditemukan KPK. Hasto bahkan mengumpulkan beberapa saksi terkait dengan perkara Harun Masiku dan mengarahkan agar saksi tidak memberikan keterangan yang sebenarnya.
Editor : Mahesa Apriandi