Suralaya Tak Pernah Merdeka, Warga Hanya Jadi Penonton di Tengah Megaproyek IRT
Ia menambahkan, banyak kepala keluarga di kampungnya yang akhirnya menganggur. "Aktivitas saya cuma nonton orang kerja. Ironis sekali,"akunya.
Selain masalah pekerjaan, warga juga mengeluhkan dampak lingkungan. Debu proyek beterbangan, suara mesin yang bising hingga larut malam, bahkan air hujan yang jatuh dari atap rumah berubah hitam pekat.
“Kalau ada pengetesan mesin, bisingnya bisa dua hari dua malam. Debunya jangan ditanya, kalau hujan air dari atap hitam, kalau kemarau lantai rumah penuh debu proyek. Kompensasi? Kami tidak pernah merasakan,” ungkapnya.
Meski kerap kecewa, warga Suralaya tetap berharap diberi kesempatan bekerja di tanah kelahiran mereka sendiri. “Jangan jadikan kami hanya penonton. Kami juga manusia, perlu dimanusiakan. Berikanlah kami lapangan pekerjaan agar bisa menafkahi keluarga. Jangan hanya famili dan orang dalam yang bisa masuk. Sementara kami, pemilik ladang, hanya dapat polusi,” pungkas Iqbal.
Editor : Mahesa Apriandi