iNewsBanten.id - Ruang kelas yang ambruk mengakibatkan puluhan pelajar kelas III di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Cikaramat, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, tiga tahun terpaksa belajar di lantai.
"Ruang kelas III ini ambruk pada 2019 lalu dan hingga kini belum ada perbaikan padahal kami sudah mengajukan pembangunan kembali ke Pemkab Sukabumi agar kegiatan belajar mengajar (KBM) khususnya untuk kelas III bisa kembali normal,." kata salah seorang guru SDN Cikaramat Asep Bahagia Hidayat dikutip dari Antara.
Menurut Asep, ruang kelas III SDN yang berada di Kampung Cikaramat, Desa Cihaur, Kecamatan Simpenan ambruk pada 2019 lalu lebih dikarenakan kondisi bangunan yang sudah lapuk. Tidak hanya ruang kelas saja yang ambruk tetapi perpustakaan dan kantor pun ikut ambruk.
Sehari setelah kejadian ambruknya ruang kelas, perpustakaan dan kantor perwakilan dari Pemkab Sukabumi bersama anggota DPRD Kabupaten Sukabumi sempat meninjau kondisi sekolah dan dijanjikan akan segera dibangun kembali, namun hingga kini belum terealisasi.
Selain itu, Kepala SDN Cikaramat pun sudah mengirimkan proposal pembangunan, tapi hingga kini tidak ada kepastian kapan akan kembali dibangun. Bahkan hingga kini sekolah berstatus negeri tersebut juga tidak memiliki kantor serta ruang kelas yang lain pun kondisinya sebagian sudah lapuk di makan usia.
Namun demikian, meskipun kondisi darurat pihaknya tetap melaksanakan KBM untuk pelajar kelas III yang terpaksa disatukan dengan pelajar dari kelas lain dan harus belajar di lantai lantaran tidak memiliki fasilitas bangku kursi dan meja belajar.
“Sebenarnya sekolah ini sudah mendapatkan anggaran satu ruangan, ketika sudah selesai pembangunan sampai saat ini bangku sekolah belum ada, sehingga terpaksa dalam kegiatan KBM kami harus melantai," tambahnya.
Asep hanya bisa berharap agar SDN Cikaremat yang memiliki jumlah pelajar sebanyak 265 orang ini bisa mendapatkan perhatian lebih, karena dengan kondisi seperti ini konsentrasi para peserta didik tidak maksimal apalagi saat turun hujan sudah dipastikan becek.
Editor : Mahesa Apriandi