Setelah menjadi kuli bangunan, Tomy mencoba peruntungannya dengan menjalin bisnis bersama militer Indonesia, hal ini tentunya tidak mudah mengingat hubungan etnis tionghoa dan kalangan militer masih belum baik.
Namun, keyakinannya untuk berurusan dengan militer Indonesia membawanya kepada kesuksesan. Hal ini membuatnya mulai bertekad untuk menjadi pengusaha yang sukses.
Setelah merasa cukup dengan pengalaman yang dia miliki, Tomy memutuskan untuk menjadi seorang investor. Awalnya dia berinvestasi pada sebuah proyek di Papua, namun sayang sekali proyek tersebut gagal.
Tomy yang tidak kenal dengan kata menyerah mencoba lagi untuk menjadi investor di sebuah proyek di Kalimantan Barat. Sayangnya usaha tersebut kembali gagal. Kemudian, dia juga mencoba peruntungan di wilayah Nusa Tenggara Timur dan Jakarta, namun sayang sekali usaha tersebut gagal dan bangkrut.
Kegigihan yang ia miliki membuahkan hasil. Terhitung dalam kurun waktu 10 tahun. dia bisa membangun bisnis dan mengembangkannya hingga tersebar di seluruh Indonesia.
Total perusahaan yang dia miliki sebanyak 16 perusahaan dengan berbagai macam sektor mulai dari properti, perdagangan, kosntruksi, perhotelan, perbankan hingga industri telekomunikasi.
Tomy diketahui mengelola usaha pariwisata dan resor di Pulau Perantara dan Pulau Matahari yang masuk dalam kawasan wisata Pulau Seribu. Dia juga memiliki Pulau Bule di Lampung yang menjadi kawasan pribadi bagi dirinya.
Tidak hanya itu, melalui PT Jakarta Internasional Hotels and Development Tbk (JIHD) Tomy memiliki Hotel Borobudur, dan melalui anak perusahaan yaitu PT Danayasa Arthatama, Tomy memiliki Kawasan Business District yang pertama di Indonesia, yaitu Sudirman Central Business District (SCBD) seluas 45 hektare.
Menjadi seorang yang kaya raya tidak membuatnya lupa untuk berbagi dengan sesama. Bahkan, diketahui dia juga menyumbangkan dana untuk pembangunan Masjid di depan pintu Ancol Karnaval.
Editor : Mahesa Apriandi